Saturday, October 29, 2022

REKAP IDEA SD 30102022 : BELUM FINALE (03 JUST FOR SEEKER) ... SBAR VS SBNR

SBAR 

 SPIRITUALITY FOR SECULAR PERSON OR JUST FOR RELIGIOUS PEOPLE ?

SPIRITUAL AND RELIGIOUS VS SPIRITUAL NON RELIGIOUS  

Just For Seekers : SNBR ?
https://en.wikipedia.org/wiki/Spiritual_but_not_religious


SADDHAMMA (BUDDHISM ?) , MYSTICS  & AGAMA 

KRITIK 

KRITIK BUDDHISM 

See : Konsideran dilematika plus minus romantisme monastik intensif  Sambuddha & realisme holistik swadharma pacceka : 
Sejujurnya kami merasa tidak nyaman mengutarakan ini. Well, ada etika kosmik seeker (walau tidak formal tertulis namun secara aktual perlu dijalani sebagai truth seeker apalagi  true seeker .... praktek latihan katanu kataveddi < pubbakari ?) yang tidak boleh dilanggar yaitu amanah untuk tidak sekalipun berkhianat bukan hanya atas keberadaan eksistensialitas dirinya namun atas kepercayaan nara sumber referensi/ media guru realisasinya. Namun demikian demi keberdayaan yang lebih sejati kami merasa perlu jujur untuk mengutarakan pandangan kami (walau mungkin saja tidak sepenuhnya benar & bisa mencerahkan sebagaimana yang kami harapkan namun bisa jadi sebaliknya salah & justru menyesatkan walau sesungguhnya tidak kami maksudkan). Semoga kami cukup mampu berjaga untuk senantiasa tetap terjaga agar bisa menjaga bukan hanya diri sendiri namun juga lainnya.
Kami memahami kebijakan Buddha untuk bersegera secara intensif meniscayakan pencerahan keterjagaan Savaka beliau sejak dini yang juga diterima kultur budaya spiritual eksistensial pada saat itu dalam ordo monastik sangha (sebagai pembabar/pelestari Dhamma & ladang kebajikan yang subur dikarenakan pelayakan kemurniannya). Maaf, bukan ingin mengacau tradisi Saddhama yang memang tetap harus ada sebelum masa sunnakalpa tiba ; berikut alternatif  pencerahan yang mungkin bisa dijadikan pertimbangan terutama bagi para saddhaka penempuh spiritual yang berada di luar sasana saat ini (atau bahkan umat Buddha sebelum menjadi bhikkhu ?). Spiritualitas adalah aktualisasi untuk mengatasi/melampaui bukan untuk menjauhi/membenci (walau tidak  untuk melekati/menguasai juga, lho). Ini dimaksudkan untuk menjaga bukan sekedar kuantitas statistik populasi namun kualitas autentik 'prestasi' bagi tetap "lebih?" lestarinya Dhamma yang masih memungkinkan terjadinya pencerahan bukan saja di setiap zaman namun juga seharusnya bisa juga di setiap alam kehidupan 31 nanti jika juga dibabarkan/teringatkan untuk dilaksanakan dalam keselerasan sesuai dengan keterbatasan dan pembatasan yang ada (just joke, termasuk alam apaya petta /asura/niraya/tirachana nanti ....  kami tunggu lho). 

1. samana :  terlampauinya social catur asrama Hinduisme (brahmacari - grahasta - vanaphrasta & sannyasa bhikkhu).
Brahmacari perlu dilakukan memadai sedini mungkin (pemahaman pariyatti komprehensif , kecakapan patipatti yang terarah ke pativedha disamping kecerdasan taktis pengetahuan & ketrampilan kehidupan/penghidupan dan juga kebijaksanaan mensikapi/menjalani kompleksitas interaksi dalam kebersamaan/ kesemestaan yang senantiasa seimbang/berimbang dalam keselarasan/keterarahan dengan Saddhamma). Well, sebagian besar manusia bukan hanya memboroskan waktu & energi namun sering justru merusak amanah/peluang pemberdayaannya dalam keterpedayaan dirinya bahkan pemerdayaan lainnya. Sebagaimana dimensi samsarik lainnya (apaya, surga bahkan alam Brahma sekalipun) , dunia manusia ini hanyalah terminal transit bagi evolusi spiritualitas diri berikutnya.
Perlu grhasta dalam jumlah yang seharusnya jauh lebih besar bukan hanya untuk mandiri dan sukarela menyangga/ menjamin kehidupan eksistensial diri, keluarga dan para bhikkhu namun juga demi pengembangan spiritualitas sendiri & bersama dan pelestarian Dhamma.
Menjadi samana (pertapa) ? aktualisasi atas kesadaran, dengan kecakapan dan dalam kewajaran  (paska kesungguhan realisasi/aspirasi anagami arahata /ingat : celaan konstruktif  rekan bhikkhu atas 'jaminan 'selera rendah'  surgawi  Nanda Thera / > jaminan kemapanan / pensiun dini ? atau backing donasi kapiya / > kebutuhan umat /kontribusi profesi ?/ > keinginan sendiri (obsesi internal atau ambisi eksternal ?/ > keadaan fase/ usia  / untuk cittakhana husnul khotimah  pra maut / ?) . 

2. selibat  : terlampauinya arketipe seksual anima/animus kosmik (replika suddhavasa ? anagami ) 
Adalah Brahma Sahampati yang tanggap karena pencapaiannya sebagai anagami akan level kemurnian dimana bukan hanya delusi gender samsarik namun juga tidak terlekatinya lagi 5 samyojana 10 permainan samsarik sehingga beliau memohon pembabaran Dhamma dari Samma Sambuddha Gautama, bhikkhu aritha. Itulah sebabnya selibat menjadi satu sendi pokok vinaya monastik bagi para penempuh untuk mampu melampuinya ... tidak lagi tertarik bukan sekedar tidak ingin tertarik birahi. Bukan hanya lobha kamaraga keterlekatan indrawi kamavacara namun juga dosa byapada membenci apapun/ siapapun juga paska realisasi terjaganya diri atas sakkaya-ditthi (delusi akan keakuan), vicikicha (keraguan atas Saddhamma Buddhism karena bukti pencapaian tidak sekedar kepercayaan semata), silabataparamasa (kesadaran kosmik akan kepercumaan kemasan ritual dalam transaksi personal untuk pembebasan > pemantasan? ) yang jelas terbuktikan realisasi magga-phala sotapana dan tegas ditingkatkan sakadagami ... Tinggal 5 samyojana lagi bagi anagami mencapai arahata untuk dilampaui (moha : ruparaga, aruparaga, manna, uddhacca dan avijja) dengan pancamjjhana kusala  & 5 indriya (saddha, viriya, sati, samadhi & panna) dipandang cukup untuk mengatasinya ?
Suddhavasa adalah alam antara paling aman/ pasti? untuk realisasi Nibbana bahkan jika dibandingkan alam dimensi samsarik lainnya (manussa >, surga,> apaya bahkan rupa brahma > arupa brahma ?). Walau di alam manapun upaya Saddhamma tetap perlu dilakukan bukan hanya demi ketertiban dimensi tersebut namun demi evolusi spiritual berikut. (tentu saja sesuai dengan keterbatasan & pembatasannya masing-masing ).    

3. pindapata :  terlampauinya defieiensi ekonomi mandiri & santuti ( dakhina bagi visuddhi arahata  nirodha samapatti ? )
Ada korelasi kosmik yang berkaitan dengan kualitas persembahan dalam desain kaidah kosmik ini .... perlakuan baik/ buruk tidak sekedar berkaitan dengan tindakan semata namun juga kualitas spiritual pemberi dan penerima. Walau tiada maksud memperbandingkan, kebaikan kepada yang suci/baik akan membawa manfaat anugerah besar demikian juga keburukan kepadaNya akan mengakibatkan mudarat musibah berat dibandingkan kepada yang biasa, buruk dst. Level aktual bukan sekedar label formal
semoga para Bhante dengan metta karuna melayakkan kesucian/kebaikan diri sebagai ladang subur penerima kebajikan demi umat dan para umat memberikan dana / menyangga dengan sukacitta tidak sekedar demi pamrih duniawi, pahala surgawi ataupun bahkan demi parami pengkondisi namun dengan kewajaran meng-esa & kesadaran anatta ( Taoism weiwuwei = action without actor / acting ?.... just process )

Konsideran di atas semoga tidak di salah-artikan sebagai upaya tersirat "Mara?" (mengumpat/ menghujat 'setan' eksternal typical agama ketimbang cara Saddhamma untuk memandang internal ke dalam lebih dulu ? ... masalah kita adalah asava internal bukan dunia eksternal, lho) untuk menghambat perkembangan Buddha Sasana apalagi  mempercepat kemusnahan Buddhisme Gotama (Sunnakalpa ?). No, Buddhisme sesungguhnya warisan spiritualitas tertinggi yang "(seharusnya tidak hanya?)" bisa dicapai oleh umat manusia di dunia ini untuk mampu terjaga dari mimpi samsara (bahasa duniawinya : kebanggaan/ keunggulan manusia di seluruh alam samsara .... di bawah alam antara sudhavasa anagami, tentu saja). Tampaknya prediksi inferential Buddha tentang Sunnakalpa tidaklah bersifat 'fixed' kuantitatif matematis (5000 tahun untuk masa Buddha sasana Gotama ?) namun lebih bersifat kualitatif ( kefahaman, kesadaran, kecakapan, kewajaran, kelayakan dalam merealisasi ajaran yang tersurat & tersirat ... "daun" simsapa Tipitaka Komplet  & "akar" acinteya bunga Udumbara Saddhamma) ... tanpa menafikan faktor internal (stock kualitas manusia 4 yang tersisa 2 : neyya padaparama , keberadaan Buddha sebagai factor Guru pemandu akurat, etc ) serta  faktor eksternal lainnya ( kemerosotan minat spiritualitas sejati Saddhamma, kecenderungan siklus kejatuhan ajaran : Saddhamma > mistik > lokiya > pseudo > addhamma ,dst).    

Menganalisis sakral kritik  : 
Ini masalah sulit karena berkaitan dengan sakralisasi tradisi ajaran ..... walau penting menentukan namun risih atau riskan diutarakan.

1. irreversible magga phala asekha ? 
See : tabel mandala transendental  (eksistensial nibbana < universal < transendental ) 
Celah keterjagaan adalah celah keterlelapan juga jika arahnya berlainan ( tanazul - taraqqi) : sebagaimana gunung keterjagaan yang didaki demikianlah juga jurang keterlelapan bisa menjatuhkan. Keterjagaan Nirvanik nantinya akan terrealisasi jika kemelekatan akan keterlelapan samsarik terlepaskan (via taraqqi proses kelayakan peniscayaan) sebagaimana keterlelapan samsarik dahulunya terjadi  (tanazul azaliah : avijja - mana - tanha dst). misalnya panna menjadi avijja,  anatta menjadi mana , metta karuna menjadi tanha sneha , etc.  Keabadian terus berlangsung hingga saat ini sejak keazalian yang tidak diketahui lagi bukan hanya awalnya namun juga akhirnya  menunjukkan bahwa desain ini bukan hanya dinamis (tdk statis / permanen) namun juga tertata suci transenden (eksistensial < universal < transendental) tidak hanya liar immanen .
tentang : Mistake of Mystics = Spiritual Materialism ? /see : Chogyam Trungpa - posting blog lalu/
Konsistensi  keberlanjutan Keterjagaan bukan sekedar telah pernah "merealisasi" Pembebasan  (kebebasan perayaan untuk terlelap lagi bahkan kesewenangan samsarik?   ) .......   Levelling forever not jut labelling. 
Lagipula banyak mistisi yang terjebak mengidentifikasikan lereng pencapaiannya sebagai 'puncak' pencerahan untuk dilegitimasikan  (pengakuan publik ) walau bisa jadi bukanlah Magga Phala namun 'hanya' pencapaian Jhana lokiya bahkan ternyata hanya  bhavanga atau bahkan halusinasi reflektif keinginan diri semata ?.
Well, tetaplah merendah walau dalam ketinggian dan jangan meninggikan jika masih rendah .... Anatta bukan atta, tetap wajar meng-esa bukan heboh meng-aku. (Itu urusan impersonal pribadi diri dengan Realitas kosmik .... atau konsultasikan dengan guru spiritualnya sendiri jika punya).  Diluaran perlunya kita baik dan tidak mengacau .... masalah sudah berlevel suci atau apapun itu tak perlu diekspose ke publik  ... orang lain tidak butuh bahkan bisa jadi malah justru risih/ kesal karena kekonyolan  ego atau kekurang-pantasan etika sosial bertenggang-rasa tsb ? (atau ingat ... tanggap akan paradoks intuitif : menyatakan rendah hati sesungguhnya  justru menunjukkan ketinggian hati yang tersirat demikian juga dengan pengakuan 'kemuliaan'  diri lainnya )
Dikarenakan begitu dalam/halusnya Saddhamma, Buddha Gautama sesungguhnya tampak lebih memilih untuk hanya menjadi paccekka walau tahu Dhamma yang ditembusnya bukan hanya tidak tercela namun bahkan sangat berguna. Namun karena saran ?/ permohonan ( x perintah) semesta yang diwakili Brahma Sahampati maka Beliau mengamati/  menyadari kemungkinan tercerahkannya juga lainnya sehingga kemudian bersedia membabarkanNya demi pencerahan dan kesejahteraan semua makhluk sebagai realisasi adhitthana Bodhisatta semula  . Well, tiada niatan menegakan ego pengakuan apalagi mengibarkan bendera kepentingan bagi dirinya sendiri & pengikutn/pendukungnya.   Hanya demi  aktualisasi welas asih Sammasambuddha tanpa defisiensi pengakuan / kepentingan apapun ( Apa artinya/gunanya kesemuan & keliaran samsarik yang memperdayakan dilakukan demi kejatuhan dibandingkan keberdayaan pencerahan & kebebasan nirvanik  yang telah dicapai untuk dijaga ?) 
Ah ... ini aja cara awam truth seeker padaparama luar sasana untuk mempermudah wawasan pemahaman/tataran kesadaran True Seeker Neyya Buddha Savaka : Dialog empati dengan Buddha Rupang. .       .............................................................

2. pemujaan keIlahian Buddha ? ( See : Internal critics Bhante Punnaji & Bhante Pannavarro di atas )
posting lalu :   Ariya Buddha sebagai personal god ?  
Hakekat KeIlahian: Level KeIlahian ?(advaita  transenden dvaita  immanen: Buddha ?- Brahma – Dewata – Asura -Atta ?) 
Moksha mysticism sant mat  Dimensi Ilahiah : Alakh Niranjan- Brahm - Par Brahm - sohang- sat purush (Anenja Brahma ?)
Buddhism : Brahmajala sutta , kasus Brahma Baka , etc. 
Buddha terjaga akan keakuan samsarik bahkan jikapun beliau lebih berhak menjadi cakkavati atas seluruh samsara ini (bukan hanya dunia karena bukan hanya jhana 1 & 2 bahkan jhana 8 atau 9 ? sudah beliau realisasi juga, Brahma Baka)  daripada lainnya (kualifikasi Brahma sd imaginasi atta).So, kami  berani bertaruh (ketahuan mantan penjudi juga, ya?) Dia tidak akan terjebak untuk tersekap dalam permainan samsarik lagi .....Beliau bukan hanya telah mantap mencapai nibbana keterjagaan transendensi eksistensialNya namun juga kebijaksanaan menyadari dimensi transendensi Dhamma Universal  & kesaksian dimensi transendensi transendental ajatan abhutan dalam transendensiNya) ... anatta bebas dari keakuan internal  apalagi dari  pengakuan eksternal.
Magga phala tidak irreversible karena bagaimana mungkin ada keterlelapan samsara jika puncak awalnya adalah keterjagaan Nibbana ( yang kemudian  telah dicapai dalam keterjagaan kembali ?) 
Bahkan okelah ... jikapun kemudian beliau jatuh juga (karena misidentifikasi, "pseudo" aktualisasi" etc ? ), jangan lakukan kebodohan ketidak-pantasan  dengan pembodohan mengharapkan/ mengusahakan kejatuhan yang terjaga untuk kembali tertidur nyenyak bermimpi indah & megah agar bisa di-eksploitasi ?! = pembodohan karena kebodohan eksternal atau kebodohan karena pembodohan internal ? ..... untuk semakin menjatuhkan /saling menyesatkan  terhadap saddhamma ? ) ... tegakah/sukakah  menjadikan Sang Ariya menjadi (maaf ... dalam kesetaraan mandala Ke-Esa-an sesungguhnya tidak layak ada perbandingan / peninggian yang satu & perendahan lainnya ) berlevel asura, dewata atau bahkan Brahma sekalipun ? (Walau sesungguhnya kebalikannya yang lebih mungkin terjadi karena bukan Buddha yang terjatuh namun .... maaf ... justru savakaNya. )  
Tuhan bukanlah bemper kebodohan/kemanjaan diri, media katarsis psikologis /transaksi pencitraan dan kloset pembenaran pemfasikan/ kezaliman kepada lainnya 
Perlu kebijaksanaan universal, keperwiraan eksistensial, dan  keberdayaan transendental dalam spiritualitas.
Demi saddha kebhaktian untuk aktualisasi paedagogis kerendahan-hati universal / harmonisasi andragogis kepantasan eksistensial diri  ..okelah ..Jadikan Buddharupang sebagai media perenungan kualitas keluhuran Buddha untuk diteladani & direalisasi (bukan sebagai mezbah berhala identifikasi kemuliaan  pencitraan eksternal belaka apalagi demi eksploitasi harapan pembenaran kepentingan saja ). 

3. pacceka di sunnakalpa ?
Dhammaniyama sutta  : ada atau tidak ada Buddha , Dhamma tetap ada 
Thus, Pencerahan tetap memungkinkan bagi siapa saja & kapan saja.(plus dimana juga?) ... maaf .... sesungguhnya bukan hanya "monopoli istimewa" Samma Sambudha dan para Ariya SavakaNya saja (plus Buddhist & Buddhism ?)  walau tentu saja untuk merealisasikannya tetap dengan penempuhan / penembusan / Pencapaian ke-Ariya-an dengan  keselarasan , keterarahan dan keniscayaan pemurnian kesejatian atas Saddhamma yang sama bagi semua ( KM4 , JMB 8 , etc ?).  
Tampak provokatif seakan pelaziman kezaliman : claiming wilayah personal (ala buzzer kadrun) ? Don't be childish of being Buddhist. (jangan konyol kekanakan untuk naif apalagi liar sebagai Buddhist)  Lihat senyum agung kearifan & welas asih Buddharupang ... Walau memang memuliakan yang memang mulia adalah kepantasan yang perlu untuk sadar dan tulus dilakukan (demi kebaikan si pelaku sendiri sebetulnya), namun Transendensi sejati (eksistensial, universal, transendental) seharusnyalah tetap mantap berimbang bebas dari keakuan internal apalagi demi pengakuan eksternal . Tanpa niatan memperbandingkan demi tetap menjaga kebaikan sendiri/ bersama agar tetap mennghargai kesetaraan dalam keberagaman, sesungguhnyalah kemurnian tetaplah kemurnian walau dicela - demikian pula ... maaf ...kepalsuan tetap kepalsuan walau dipuja. Kenyataan diutamakan bukan pernyataan. Aktualisasi tindakan tidak sekedar 'pemilikan'? pandangan. Realisasi autentik kelayakan tidak sekedar anggapan kemasan pelagakan . DLL. DST. DSB. Untuk kesekian kalinya .....  just for levelling (to reach) not only? labelling (to claim).  
See tentang Anatta : (kutipan komentar Vlog Bahiya, lagi)
Dari tilakhana, anatta adalah factor krusial pembeda yang membuat Ariya Dhamma ini bukan hanya melingkupi (bisa mencapai) namun juga mengungguli (bisa melampaui) lainnya (lokiya : asura dewata/ anenja brahma ?). Faktor Anicca dalam batas tertentu memang bisa difahami dan dilalui lokiya dhamma (norma duniawi – etika surgawi .. awas /ditthi + tanha/ dan sangat liarnya sensasi kemauan yang bisa menjerumuskan ke Lokantarika paska pralaya 2 ?) , factor dukkha pada level tertentu juga masih bisa disadari dan dicapai anenja dhamma ( unio mystica – pantheistics … awas /mana + avijja/ plus masih naifnya fantasi keakuan dimensi Abhassara untuk menyeret kembali dalam perangkap samsara paska pralaya 4 ? ) namun annata adalah factor penentu yang memungkinkan lokuttara dhamma ini mampu mengaktualisasi kemurnian penempuhan (> defisiensi kepamrihan & pencitraan) secara konsisten meniscayakan ‘peniscayaan/ keniscayaan’ dalam kelayakan realisasi pencerahan transeden (keterjagaan dari keterlelapan mimpi/ delusi samsara ini – keterbebasan ‘esensi murni’ ke-Buddha-an dari cangkang delusi ‘pancupadana khanda’ tanpa kebodohan identifikasi dan eksploitasi pembodohan dari keterpedayaan/ ketersesatan/ keterperangkapan intra-drama pengembaraan semu samsara ini kembali (singgah/pulang) ke ‘rumah sejati’ Nibbana.
Dalam mandala advaita kasunyatan abadi ini sebagaimana samma-panna nibbana yang perlu disadari dan ditembus daya sentrifugal kebijaksanaanNya demikian pula tanha-avijja samsara tampaknya juga perlu difahami dan dilampaui daya sentripetal kecenderungannya. So, sebagaimana harmoni musik peregangan senar kecapi walau viriya (saddha/samvega?) memang diperlukan untuk mensegerakan dan konsisten dalam penempuhan namun tampaknya perlu juga panna kebijaksanaan untuk menjaga keberimbangannya dalam kewajaran harmonisasi eksistensial maupun kesadaran transendensi spiritualnya. 
Singkat kata, Buddhism seharusnyalah tetap selaras dengan/sebagai Saddhamma yang berlaku dan berhasil ditembus Buddha hingga level Kebijaksanaan Eksistensial Transenden Nibbana ( < Kesemestaan Universal Transenden < Kesempurnaan Transendental Transenden ).  Ini pencapaian dimensi samsarik tertinggi 'pribadi' yang (jujur saja) mampu difahami/ diterima sampai sejauh ini dan memang tampak logis & sangat etis mengungguli lainnya.


We have something called as Sanathana Dharma. Sanathan means eternal, timeless. Dharma does not mean religion; Dharma means law. So they were talking about eternal laws which govern life and how we can be in tune with it. Right now, whether you’ve been to school or not, whether you’re a great scientist or not, still right now you’re complying by all the physical laws on this planet. Yes or no? Otherwise you couldn’t sit here and exist. So similarly there are other kinds of laws which are not physical in nature which govern the life process within you. So they identified these things and they said, ‘These are the laws which govern one’s life.’ But over a period of time, every enthusiastic person that came from generation to generation went on adding their own stuff according to the necessity of the day or according to the necessity of the vested interest of the day, in so many ways it’s happened, all kinds and people added many things. But essentially your sanathan dharma is just this. Sanathan Dharma identifies a human being cannot rest, do what you want, you… he cannot rest because he longs to be something more than what he is right now. You cannot stop it. You teach him any kind of philosophy, you cannot stop it. Whoever he is, he wants to be little more than who he is right now. If that little more happens, he will seek little more and little more.
Kami memiliki sesuatu yang disebut Sanathana Dharma. Sanathan berarti kekal, abadi. Dharma tidak berarti agama; Dharma artinya hukum. Jadi mereka berbicara tentang hukum kekal yang mengatur kehidupan dan bagaimana kita bisa selaras dengannya. Saat ini, apakah Anda pernah bersekolah atau tidak, apakah Anda seorang ilmuwan hebat atau bukan, saat ini Anda masih mematuhi semua hukum fisika di planet ini. Ya atau tidak? Jika tidak, Anda tidak bisa duduk di sini dan hidup. Begitu pula ada jenis hukum lain yang tidak bersifat fisik yang mengatur proses kehidupan di dalam diri Anda. Jadi mereka mengidentifikasi hal-hal ini dan mereka berkata, 'Ini adalah hukum yang mengatur kehidupan seseorang.' Tetapi dalam kurun waktu tertentu, setiap orang yang antusias yang datang dari generasi ke generasi terus menambahkan barang-barang mereka sendiri sesuai dengan kebutuhan hari atau sesuai dengan kebutuhan kepentingan hari ini, dalam banyak hal hal itu terjadi, segala macam dan orang menambahkan banyak hal. Tetapi pada dasarnya sanathana dharma Anda hanya ini. Sanathana Dharma mengidentifikasi bahwa manusia tidak dapat beristirahat, lakukan apa yang Anda inginkan, Anda ... dia tidak dapat beristirahat karena dia ingin menjadi sesuatu yang lebih dari dirinya sekarang. Anda tidak bisa menghentikannya. Anda mengajarinya filosofi apa pun, Anda tidak dapat menghentikannya. Siapapun dia, dia ingin menjadi lebih dari siapa dia sekarang. Jika itu sedikit lagi terjadi, dia akan mencari semakin lama semakin lebih .
So if you look at it, every human being unconsciously is longing to expand in a limitless way. So every human being unconsciously is looking for a boundless nature or a limitless possibility or in other words, every human being knowingly or unknowingly has an allergy for boundaries. When you threaten his existence, his instinct of self-preservation will bow… will build walls of you know, protection for himself. The same walls of protection, when there is no external threat, immediately he experiences it as walls of self-imprisonment. So they recognized this and said every human being is longing… limitless. So first thing that you must do, the moment a child becomes reasonably conscious, - the first thing that you must put into a child’s mind is, your life is about mukti, about liberation. Everything else is secondary because the only thing that you’re truly longing for is to expand in a limitless way. There is something within you which can’t stand boundaries. 
Jadi jika dilihat, setiap manusia secara tidak sadar ingin berkembang dalam suatu cara yang tidak terbatas. Jadi setiap manusia secara tidak sadar mencari sifat alami yang tidak terbatas atau kemungkinan yang tidak terbatas atau dengan kata lain, setiap manusia secara sadar atau tidak sadar memiliki alergi terhadap pembatasan. Ketika Anda mengancam keberadaannya, instingnya untuk mempertahankan diri akan tunduk ... akan membangun tembok sebagaimana anda ketahui (untuk) melindungi dirinya sendiri. Dinding perlindungan yang sama, ketika tidak ada ancaman eksternal, dia segera mengalaminya/mensikapinya  sebagai tembok pemenjaraan diri. Jadi mereka mengenali ini dan berkata bahwa setiap manusia merindukan… ketidak-terbatasan. Jadi, hal pertama yang harus Anda lakukan, pada saat seorang anak secara nalar menjadi sadar  - hal pertama yang harus Anda masukkan ke dalam pikiran seorang anak tersebut adalah, Kehidupan Anda adalah tentang mukti, tentang pembebasan. Segala sesuatu yang lain bersifat sekunder karena satu-satunya hal yang Anda benar-benar rindukan adalah berkembang dengan cara yang tiada batas. Ada sesuatu di dalam diri Anda yang tidak tahan akan keterbatasan.
So for this what are things you should do to head in that direction; they set up simple rules. If you do this, this and this, you will naturally move in this direction. You can’t call this a religion, okay? Because this is a place where you’ve been given the freedom - you can make up your own god (?!). 
Jadi untuk ini hal-hal apa yang harus Anda lakukan adalah untuk menuju ke arah itu; mereka membuat aturan sederhana. Jika Anda melakukan ini, ini dan ini, Anda secara alami akan bergerak ke arah ini. Anda tidak bisa menyebut ini agama, oke? Karena ini adalah tempat di mana Anda telah diberi kebebasan - Anda bisa menjadi tuhan Anda sendiri. (?!). 
Use : Googlre Translate (English - Indonesia) https://translate.google.com/
Then ?
Transkrip  Awaken Samadhi Trailer (Uniion Mystics )
AWAKEN SAMADHI TRAILER
(Original Source - Copy Right) https://www.youtube.com/watch?v=dqGdWoW-GT8

If you hold this feeling of “I” long enough and strongly enough the false “I”will vanish, leaving only the unbroken awareness of the real immanent “I” or consciousness itself ~ Sri Ramana Maharshi.
"Jika Anda memegang perasaan 'aku'  ini cukup lama dan cukup kuat, maka 'aku' yang semu akan lenyap, hanya menyisakan kesadaran tak terputus yang nyata, keberadaan imanen 'aku', atau kesadaran itu sendiri." ~ Sri Ramana Maharshi
Samadhi is an ancient Sanskrit word which means Union. It is the union of individual persona, the egoic self with something greater, something unfathomable to the mind. Samadhi is a surrendering, a humbling of Individual mind to the Universal mind. The purpose of Meditation, Yoga, Prayer, Chantings and all Spiritual practices is one and that is Samadhi. In the language of Christian mystics it is humbling oneself before God. Samadhi is realized through what Buddha called the middle way or what in Taoism is called the balance of ying and yang. In the yogic traditions it is called the marriage of Shiva and Shakti.
Samadhi adalah kata Sansekerta kuno yang berarti Persatuan. Ini adalah penyatuan persona individu, diri egois dengan sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang tak terduga bagi pikiran. Samadhi adalah penyerahan, merendahkan pikiran Individu ke pikiran Universal. Tujuan dari Meditasi, Yoga, Doa, Nyanyian dan semua praktik Spiritual adalah satu dan itu adalah Samadhi. Dalam bahasa mistik Kristen, itu berarti merendahkan diri di hadapan Tuhan. Samadhi diwujudkan melalui apa yang disebut Buddha sebagai jalan tengah atau yang dalam Taoisme disebut keseimbangan ying dan yang. Dalam tradisi yoga, ini disebut perkawinan Siwa dan Shakti. 
When Samadhi is perfect, it is wisdom of the great ultimate reality. An understanding of the relationship between form and emptiness, relative and absolute, its a coming into one's true nature. Samadhi begins with a leap in to the unknown.
Ketika Samadhi sempurna, itu adalah kebijaksanaan dari realitas tertinggi yang agung. Pemahaman tentang hubungan antara bentuk dan kekosongan, relatif dan absolut, yang masuk ke dalam sifat sejati seseorang. Samadhi dimulai dengan lompatan ke hal yang tidak diketahui.
In order to realize Samadhi, one must turn consciousness away from all known objects, from all external phenomena, conditioned thoughts and sensations towards consciousness itself. Towards the inner source, the heart of  essence of one's being.
Untuk mewujudkan Samadhi, seseorang harus mengalihkan kesadaran dari semua objek yang diketahui, dari semua fenomena eksternal, pikiran dan sensasi terkondisi menuju kesadaran itu sendiri. Menuju sumber batin, inti dari keberadaan seseorang.
The source of all existence is not a thing or object that one can see like in these physical world we do. It is perfect emptiness or stillness itself. It is the emptiness which is the source of all things.
Sumber dari semua keberadaan bukanlah hal atau objek yang dapat dilihat seseorang seperti di dunia fisik yang kita lakukan ini. Itu adalah keheningan atau keheningan sempurna itu sendiri. Kekosongan itulah yang menjadi sumber segala sesuatu.
This union cannot be understood with the limited individual mind. It is only directly realized when the mind becomes still. There is no Self that awakens. There is just ‘you' that awakens. What you are awakening from is the illusion of the separate self from the dream of the limited ‘you'. The World that now you think you are living in is actually ‘you'. It is your higher self or the selfless self. Annata.... No Self.
Persatuan ini tidak dapat dipahami dengan pikiran individu yang terbatas. Itu hanya disadari secara langsung ketika pikiran menjadi tenang. Tidak ada Diri yang terbangun. Hanya ada 'kamu' yang terbangun. Dari mana Anda terbangun adalah ilusi dari diri yang terpisah dari impian 'Anda' yang terbatas. Dunia yang sekarang Anda pikir Anda tinggali sebenarnya adalah 'Anda'. Itu adalah diri Anda yang lebih tinggi atau diri yang tanpa diri/tidak mementingkan diri sendiri. Tanpa aku ... Tiada diri
Samadhi is so simple that when you are told that what is it and how to realize it, your mind will always miss it because the mind is what needs to be stopped before it is realized. It is not a ‘happening' at all. It is the surrendering of the individual mind to the higher mind or big mind..
Samadhi begitu sederhana sehingga ketika Anda diberitahu bahwa apa itu dan bagaimana merealisasikannya, pikiran Anda akan selalu merindukannya karena pikiran adalah apa yang perlu dihentikan sebelum disadari. Ini sama sekali bukan 'terjadi'. Ini adalah penyerahan pikiran individu ke pikiran yang lebih tinggi atau fikiran besar.
The most important teaching of Samadhi is perhaps found in this phrase:- “Be Still & get Know”.
Pengajaran paling singkat dari Samadhi mungkin dapat ditemukan dalam frase ini: "Diamlah dalam keheningan dan ketahuilah Hal tersebut."
Silence is the language of God. All else is poor translation. - Rumi
(Keheningan adalah bahasa Ilahi. Semua hal lainnya hanyalah 'terjemahan' belaka yang tidak memadai. – Rumi)
How can we use words and images to convey stillness? How can we convey silence by making noise? Rather than talking about Samadhi as an intellectual concept. this film is a radical call to INACTION. A call to stillness. A call to meditation and inner silence. A call to STOP.
Bagaimana kita dapat menggunakan kata atau gambar untuk menjangkau keheningan ? Bagaimana kita dapat menyampaikan keheningan dengan membuat kebisingan ? Film ini ditujukan sebagai suatu panggilan radikal untuk "tanpa-aksi". Suatu panggilan untuk menuju keheningan. suatu panggilan untuk meditasi dan keheningan di kedalaman. Suatu panggilan untuk Berhenti
Stop everything that is driven by the pathological egoic mind. Be still and know.
Hentikanlah segala sesuatu yang dibawa oleh fikiran diri yang sakit. Berdiamlah dan Ketahui
No one can tell you what will emerge from the stillness. It is a call to act from the spiritual heart.
Tidak ada yang bisa memberitahu Anda apa yang akan muncul dari keheningan. Ini adalah panggilan untuk bertindak dari jantung spiritual.
Samadhi is not some mystical 'altered' state of being. It is simply one's natural state of presence, of consciousness unmediated by thought, unmediated by an egoic identity.
Samadhi bukanlah sejumlah tahap perubahan keberadaan yang bersifat mistis. Ini hanyalah keberadaan alamiah kehadiran seseorang. yang kesadarannya tidak terpisahkan oleh fikiran, tidak terpisahkan oleh identitas suatu diri pribadi.
Most of humanity is in an altered state all the time... A state of egoic identification with form and thought. When one is in a state of natural presence and non-resistance, Prana flows more freely through the inner world. This pranic stream which is prior to the nervous system, prior to the senses and thinking,becomes a new interface with reality. Literally a new level of consciousness or new way of being in the world.
Sebagian besar umat manusia dalam keberadaan yang terpisahkan sepanjang waktu … Suatu keberadaan beridentifikasi diri dengan bentuk dan pikiran. Ketika seseorang dalam keadaan kehadiran alamiah dan tanpa tekanan, Prana mengalir lebih bebas melalui dunia batin. Aliran prana ini yang sebelumnya menuju ke sistem saraf. sebelumnya menuju indrawi dan fikiran, menjadi antarmuka baru dengan kenyataan, Secara harfiah suatu tingkat kesadaran yang baru atau cara baru keberadaan di dunia.
It is through the ancient teachings of Samadhi, the humanity will begin to understand the common source of all the religions and to come into alignment once again with the spiral of life …. Great Spirit, Dhamma, or the Tao.
Ini melalui pengajaran Samadhi kuno bahwa umat manusia akan mulai memahami sumber umum dari semua agama dan untuk datang ke dalam keselarasan sekali lagi dengan spiral kehidupan Roh Agung, Dhamma, atau Tao.
Samadhi is the 'gateless gate’ and ‘pathless path' and it is the identification with the self structure which separates our Inner and Outer worlds.
Samadhi adalah 'gerbang tanpa gerbang' dan 'jalan tanpa jalan' dan itu adalah identifikasi dengan struktur diri yang memisahkan dunia Batin dan Luar kita.


Video Chant : Gaiea Sanskrit _ Madalasa Upadesha
Lullaby Song of  Madalasa Upadesha from The Mārkaṇḍeya Purāṇa … 
Kidung Nina Bobo Ratu Madalasa kepada puteranya (Rshi Markandeya) 

Verse 1
śuddhosi buddhosi niraɱjano’si //saɱsāramāyā parivarjito’si// saɱsārasvapnaɱ tyaja mohanidrāɱ// maɱdālasollapamuvāca putram|
Madalasa says to her crying son:// “You are pure, Enlightened, and spotless. //Leave the illusion of the world // and wake up from this deep slumber of delusion”
Madalasa berkata kepada putranya yang menangis: //“Anda murni, Tercerahkan, dan tidak bernoda.// Tinggalkan ilusi dunia dan //bangun dari tidur nyenyak delusi ini "
Verse 2
śuddho’si re tāta na te’sti nāma // kṛtaɱ hi tatkalpanayādhunaiva|//paccātmakaɱ dehaɱ idaɱ na te’sti //naivāsya tvaɱ rodiṣi kasya heto||
“My Child, you are Ever Pure! You do not have a name. //A name is only an imaginary superimposition on you.//This body made of five elements is not you nor do you belong to it.//This being so, what can be a reason for your crying ?”
“Anakku, kamu Selalu Murni! Anda tidak punya nama.// Nama hanyalah lekatan khayal  yang dikenakan pada Anda. // Tubuh yang terbuat dari lima elemen ini bukanlah Anda dan bukan pula milik Anda. // Karena itu, apa yang menjadi alasan Anda menangis? "
Verse 3
na vai bhavān roditi vikṣvajanmā //śabdoyamāyādhya mahīśa sūnūm|//vikalpayamāno vividhairguṇaiste //guṇāśca bhautāḥ sakalendiyeṣu||
“The essence of the universe does not cry in reality. // All is a Maya of words, oh Prince! Please understand this. //The various qualities you seem to have are are just your imaginations, //They belong to the elements that make the senses (and have nothing to do with you).”
“Esensi alam semesta tidak menangis dalam Realitas kenyataan. // Semuanya adalah kata-kata Maya, oh Pangeran! Mohon mengerti ini. // Berbagai kualitas yang tampaknya Anda miliki hanyalah imajinasi Anda, // Mereka termasuk dalam elemen yang membuat indra (dan tidak ada hubungannya dengan Anda). ”
Verse 4
bhūtani bhūtaiḥ paridurbalāni // vṛddhiɱ samāyāti yatheha puɱsaḥ| // annāmbupānādibhireva tasmāt //na testi vṛddhir na ca testi hāniḥ||
“The Elements [that make this body] grow with accumulation of more elements, or//Reduce in size if some elements are taken away //This is what is seen in a body’s growing in size or becoming lean depending upon the consumption of food, water etc. //YOU do not have growth or decay.”
“Unsur-unsur [yang membuat tubuh ini] tumbuh dengan akumulasi lebih banyak unsur,//  atau Kurangi ukurannya jika beberapa elemen diambil  // Inilah yang terlihat pada tubuh yang membesar atau menjadi kurus bergantung pada konsumsi makanan, air, dll.//  KAMU tidak memiliki pertumbuhan atau kerusakan. "
Verse 5
tvam kamchuke shiryamane nijosmin // tasmin dehe mudhatam ma vrajethah| //shubhashubhauh karmabhirdehametat //mridadibhih kamchukaste pinaddhah||
“You are in the body which is like a jacket that gets worn out day by day. // Do not have the wrong notion that you are the body. //This body is like a jacket that you are tied to, // For the fructification of the good and bad Karmas.”
“Anda berada di dalam tubuh yang seperti jaket yang semakin hari semakin aus. // Jangan salah paham bahwa Anda adalah tubuh. // Tubuh ini seperti jaket yang diikat, // Untuk fruktifikasi dari karma baik dan buruk. "
Verse 6
tāteti kiɱcit tanayeti kiɱcit // aɱbeti kiɱciddhayiteti kiɱcit| // mameti kiɱcit na mameti kiɱcit //tvam bhūtasaɱghaɱ bahu ma nayethāḥ||
“Some may refer to you are Father and some others may refer to you a Son or //Some may refer to you as Mother and some one else may refer to you as Wife. // Some say “You are Mine” and some others say “You are Not Mine” // These are all references to this “Combination of Physical Elements”, Do not identify with them.”
“Beberapa mungkin menyebut Anda adalah Ayah dan beberapa lainnya mungkin merujuk Anda sebagai Putra atau // Beberapa orang mungkin menyebut Anda sebagai Ibu dan beberapa orang lain mungkin menyebut Anda sebagai Istri.//  Beberapa orang mengatakan "Kamu adalah milikku" dan beberapa lainnya mengatakan "Kamu bukan milikku"//  Ini semua adalah referensi ke "Kombinasi Elemen Fisik", Jangan identifikasi dengannya. "
Verse 7
sukhani duhkhopashamaya bhogan //sukhaya janati vimudhachetah| // tanyeva duhkhani punah sukhani //janati viddhanavimudhachetah||
“The ‘deluded’ look at objects of enjoyment,  // As giving happiness, by removing the unhappiness. // The ‘wise’ clearly see that the same object // Which gives happiness now will become a source of unhappiness.”
“Pandangan yang 'tertipu' pada objek kenikmatan, // Seperti memberi kebahagiaan, dengan menghilangkan ketidakbahagiaan. // Orang 'bijak' dengan jelas melihat objek yang sama // Yang memberi kebahagiaan sekarang akan menjadi sumber ketidakbahagiaan. "
Verse 8
yānaɱ cittau tatra gataśca deho // dehopi cānyaḥ puruṣo niviṣṭhaḥ| // mamatvamuroyā na yatha tathāsmin // deheti mātraɱ bata mūḍharauṣa|
“The vehicle that moves on the ground is different from the person in it //  Similarly this body is also different from the person who is inside! // The owner of the body is different from the body. // Ah how foolish it is to think I am the body!”
“Kendaraan yang bergerak di tanah berbeda dengan orang di dalamnya // Demikian pula tubuh ini juga berbeda dengan orang yang ada di dalam! // Pemilik tubuh berbeda dengan tubuh. // Ah betapa bodohnya menganggap aku adalah tubuh! "
just  image
Sanskrit : śuddhosi buddhosi niraɱjano’si //saɱsāramāyā parivarjito’si// saɱsārasvapnaɱ tyaja mohanidrāɱ// 
English : “You are pure, Enlightened, and spotless. //Leave the illusion of the world // and wake up from this deep slumber of delusion”//
Indonesian :“Anda murni, Tercerahkan, dan tidak bernoda.// Tinggalkan ilusi dunia dan //bangun dari tidur nyenyak delusi ini "
S (Sk) : Maɱdālasollapamuvāca putram|
E (Eng) : Madalasa says to her crying son://
I (Ina) : Madalasa berkata kepada putranya yang menangis:

Then ?
Sekilas sebagai seeker, kita memahami alur gnosis mystic di atas. Paska Bahasan Gnosis Anatta Saddhamma Buddhisme pada blog sebelumnya, berikut kita menggunakan referensi Sanatana Dhamma Mystics sebagai pijakan referensi awalnya. Secara filosofis & psikologis sebagai kebijaksanaan Orientasi Universal dengan tanpa menafikan akan aktualisasi/ harmonisasi eksistensial dalam keberadaan personal,(walau kami bisa saja tidak benar,(malah salah atau disalahkan ?)- namun kami tetap konsisten dengan kaidah theosofi panentheistik daripada kesadaran kaidah pandangan theologi monistik pantheisme tersebut ataupun kewajaran theodice akidah risalah monotheistik umumnya sebagai sikap yang tepat agar tetap senantiasa true, humble & responsible baik dalam pengetahuan maupun penempuhan sebagai jalan tengah yang menyeluruh untuk tidak jatuh dalam identifikasi (imaginasi?) ataupun eksploitasi (manipulasi?) yang bisa jadi akan menggoyahkan keseimbangan dan mengacaukan keberimbangan dalam keseluruhannya. 
(cukup tanggap atau perlu bahasan lanjut berikutnya? .... ada transenden Hyang Mutlak > //baca: yang lebih besar/Maha agung atau tidak sekedar/ hanya sebatas // laten deitas immanenNya).... Aktualisasi meng-Esa tanpa keakuan bukan defisiensi meng-aku dengan ke-Esaan (B-love > D-love, Maslow ?).

KRITIK RELIGI
 
Kritik agama ? Hehehe .... nggak berani, bro. Dikira penistaan agama, lho. Untuk Saddhamma Budhisme & Pantheisme Mystics saja masih sungkan & riskan. Namun kami harap anda cukup tanggap arah idea paradigma gnosis kosmik panentheisme ini yang walau tidak tegas tersurat namun jika tanggap tetap jelas tersirat.
Jangan salah sangka ... kami tidak pernah anti dhamma (bahkan juga pandangan addhamma sekalipun) . Agama diperlukan di tataran eksistensial untuk ketertiban kosmik duniawi (+ ukhrowi) . Mistik diperlukan untuk penempuhan universal (kaidah kasih sesama & pemurnian energi in motion batin mutlak diperlukan ... jumbuhing karep > manunggaling kawulo gusti ?) . Finally, Saddhama perlu diperhatikan demi transendensi spiritual (kaidah 'anatta' dari nama rupa khanda demi pencerahan kebijaksanaan esensi murni) .
Well, bukan hanya tanha (pengumbaran kemauan 'karep') tetapi mana (pembanggaan keakuan 'anggep) penyebab kita sering semu, naif & liar dalam membadut dalam permainan peran samsarik selama ini ... avidya /ketidak-tahuan atau ketidak mau tahuan atau ketidak-mampu tahuan ?./ 
kegeden anggep kakehan karep (jw) = terlalu besar keakuan , terlalu banyak kemauan

kutipan : 3b) (Membicarakan soal Kebenaran dan Agama.docx). 

INPUT BLOG 1/G-DRIVE/Membicarakan soal Kebenaran dan Agama.docx

Membicarakan soal kebenaran dan agama, saya teringat sebuah kisah jenaka yang dituturkan oleh Anthony de Mello SJ. Kisahnya begini:
Pada suatu hari setan berjalan-jalan dengan seorang temannya. Mereka melihat seseorang membungkuk dan memungut sesuatu dari jalan.
“Apa yang ditemukan orang itu?” tanya si teman.
“Sekeping kebenaran,” jawab setan.
“Itu tidak merisaukanmu?” tanya si teman.
“Tidak,” jawab setan.
“Aku akan membiarkan dia menjadikannya kepercayaan agama.”
Pada akhir pengisahannya, mendiang Anthony de Mello menambahkan: Kepercayaan agama merupakan suatu tanda, yang menunjukkan jalan kepada kebenaran. Orang yang berpegang kuat-kuat pada petunjuk jalan itu, tidak bisa berjalan terus menuju kebenaran. Sebab, ia mengira sudah memilikinya.
Nah...sekarang bagaimana dengan kita, dengan Anda dan saya? Apakah Anda sudah merasa memiliki kebenaran itu, sehingga tak boleh ada kebenaran lain —walaupun sebetulnya lebih tinggi, lebih halus dan lebih mendalam— ketimbang yang Anda klaim sebagai milik Anda itu? Saya rasa kita tak mau sedungu itu bukan? Tak mau hanya jadi kelinci percobaan dan bahan ejekan dari setan dan temannya itu bukan?
Waspadalah dalam  idea berpandangan, gaya berpribadi dan cara berprilaku … bisa jadi apa yang kita puja sesungguhnya adalah yang kita cela, yang kita jauhi justru  yang sedang kita tuju . Segalanya terniscayakan sesuai akumulasi level kelayakann  impersonalya bukan karena harapan label kepercayaan & keinginan personal belaka. Ini berlaku semua bukan hanya untuk loka dhamma, lokiya dhamma namun juga bagi lokuttara dhamma.  (prinsip dhatu kesesuaian > saddha kepercayaan )

KUTIPAN  : See :  apa itu kebenaran  Bhante Pannavarro.
Lim, kalau kamu bertanya dan mencari kebenaran, kebenaran itu persis seperti panasnya lampu minyak yang barusan kamu rasakan. Ada namun tidak terlihat, terasa namun tak dapat digenggam, mengelilingimu dengan cahayanya namun tak dapat kamu miliki, semua orang merasakan hal yang sama, melihat pancaran lampu tersebut, namun saat ingin dimiliki atau disentuh dia tak tersentuh, namun dapat dilihat dan dirasakan, itulah kebenaran. 
Kebenaran itu universal Lim, milik penciptanya dan segenap dunia ini, namun saat kebenaran ingin dimiliki oleh satu orang saja atau satu kelompok saja, dia akan langsung menghilang tak berbekas, karena kebenaran itu untuk disadari, dijalani bukan untuk dimiliki oleh makhluk yang Annica ( Tidak kekal) ini, makhluk yang Lobha ( Serakah) ini, makhluk yang penuh Irsia ( Iri hati) ini, makhluk yang penuh dengan Moha ( Kebodohan) ini dan bukan pula punya makhluk yang penuh dengan Dosa (Kebencian) ini. Disaat sebuah kebenaran sudah di klaim oleh orang lain atau hanya milik sebagian kelompok saja, maka kebenaran tersebut akan berubah menjadi pembenaran, menurut dirinya sendiri, menurut maunya sendiri, menurut nafsunya sendiri. 
Jadi Lim anakku, berjalanlah diatas kebenaran, lakukanlah yang benar benar, namun jangan sekali kali muncul keinginan untuk memiliki kebenaran yang universal tersebut, karena kebenaran itu universal tidak dapat dimiliki oleh siapapun kecuali Sang Pencipta kebenaran itu sendiri. 
semoga dapat dipahami dan semoga semua makhluk berbahagia lepas dari penderitaan selamanya, Sadhu sadhu sadhu..

Memiliki peta sebenar apapun tidak serta merta kita sudah tiba di sana.

Kumārapañhā (1) -- Tanya-jawab di 1:28:25
https://www.youtube.com/watch?v=z1mMrR6Fwj8 Teguh Kiyatno 2 bulan yang lalu (diedit)
komentar vlog 
Anumodana , Bhante Santacitto dan DBS atas pembahasan mendalam lintas sutta plus kitab komentar tentang kumarapanha sutta cukup mengesankan dan sangat menegaskan kebulatan desain atas kandungan kompleks paradoks konsep terminologis ahara 4 (yang ternyata tidak sedangkal verse sutta seperti yang kami perkirakan sebelumnya). Kebijaksanaan transedental dalam faktisitas keterlibatan eksistensial tanpa perlu kemelekatan esensial khas Buddhisme kembali menunjukkan keunggulan klasnya yang walau tetap meliputi namun mampu melampaui delusi permainan konsep samsara ini. Buddha dan Buddhisme sungguh merupakan figure dan system yang sangat unik dan menarik. Buddha tanpa menafikan factor mistik parami dan level tihetuka pugala bawaannya secara genius mampu memanfaatkan keberadaan mediocre sugati-dugati alam dunia sebagai manusia dengan mampu men-triangulasi pengetahuan/pengalaman , merealisasi pencapaian/penembusan dan memformulasi kaidah paradigma yang bukan hanya terbuka (untuk realisasi pembuktiannya) namun juga terjaga ( dalam konsistensi kebenarannya ) jika telah difahami secara utuh dengan benar, bijak dan tepat. Besar harapan kami pada saat mendatang Alagaddupama sutta (sutta ular air) juga dibahas mengingat bukan hanya memahami idea pandangan benar namun juga cara mensikapi pandangan secara benar adalah kemutlakan yang perlu dijalani dalam selancar penempuhan lokuttara dhamma ini. Sehingga saddha (kebijaksanaan pandangan awal bagi realisasi pembuktian tidak sekedar sanna pembenaran indoktrinasi ‘blind faith’) yang dibangun sebagai pondasi pada JMB 8 dapat teraplikasi tumbuh berkembang berkelanjutan dalam Panna kesejatiannya (pra & paska pencerahan) serta terhindari kekonyolan eksternal militansi – fanatisme primordial, pembenaran eksploitasi identifikatif yang cenderung terjadi pada religi/mistik yang masih (sudah / memang?) berada di level lokiya dhamma.
ALAGADHUPAMMA SUTTA :
Well, Dhamma bukanlah ular berbisa simbol identifikasi/arogansi & sarana eksploitasi/ intimidasi bagi kebodohan internal diri sendiri & untuk pembodohan eksternal lainnya. (Waspadalah bukan hanya kemungkinan brain-washed dari logical / ethical fallacy sebagai pseudo /lokiya dhamma dalam pengetahuan/ penempuhan namun mungkin juga miccha ditti 62 brahmajala sutta dalam labirin penembusan/ pencapaian )
Fahami yang tersirat tidak hanya yang tersurat..

Fanatisme vs Saddha
Wedyanto Hanggoro
Ini adalah salah satu topik yang dalam aplikasinya masih sangat rancu. Kerancuan itu dapat terjadi karena batas diantara keduanya sangat tipis, namun bila yang satu menuju ke sebuah kebaikan maka yang lainnya akan memberikan sebuah kerugian besar. Tulisan ini didasarkan pada sabda-sabda Sang Buddha sebagaimana tercantum di dalam kitab suci Tripitaka namun dengan bahasa yang sederhana sesuai kapasitas pemahaman pribadi saya.
Keyakinan yang dinamakan Saddha, adalah iman atau kepercayaan yang berdasarkan kebijaksanaan. Keyakinan dalam ajaran Sang Buddha bukan berdasarkan atas rasa percaya semata atau bahkan rasa takut, tapi keyakinan yang didasarkan atas aebuah penyelidikan (ehipassiko). Kegembiraan tidak akan pernah dirasakan oleh mereka yang hanya memiliki keyakinan yang didasari atas rasa takut atau karena kepercayaan yang membuta. Karena sesungguhnya kegembiraan itu hanya dapat dirasakan oleh mereka yang memiliki pengertian benar dan kebijaksanaan. Seperti yang diungkapkan oleh Sang Buddha bahwa seseorang yang bermoral dan berwatak baik akan belajar bahwa demikianlah seharusnya cara hidup seorang siswa yang mematahkan kecenderungan buruk, mencapai kesempurnaan lewat jalan kebijaksanaan dan pemusatan pikiran bersih dari dorongan yang keliru . Setelah ia sendiri memahami dan menyadari akan tujuan yang lebih luhur dari hidup ini, lalu berpikir untuk melaksanakannya sendiri (Puggala-Pannatti, III, 1). Sariputra (salah seorang siswa utama Sang Buddha) juga mengungkapkan bahwa keyakinan yang baik itu harus diuji dengan mengendalikan indra. Dengan keyakinan ini, semangat, kesadaran, konsentrasi, dan kebijaksanaan berkembang terus menerus. “Sebelumnya aku hanya mendengar hal-hal ini, sekarang aku hidup dengan mengalaminya sendiri. Kini dengan pengetahuan yang dalam aku menembusnya dan membuktikan secara jelas” (Samyutta Nikaya . V, 226).
Setelah melihat uraian di atas, kita sudah mengetahui bahwa Saddha adalah sebuah keyakinan yang didasarkan atas sebuah penyelidikan dengan pengertian yang benar serta penuh kebijaksanaan. Iman semacam itu dikategorikan sebagai iman yang rasional (akaravati-saddha). Sebuah iman yang dewasa tentu saja akan berbeda dengan iman yang kekanak-kanakan atau membuta. Iman yang kekanak-kanakan atau membuta inilah yang dikenal sebagai Fanatisme. Sang Buddha juga pernah menyampaikan bahwa seseorang yang kuat dalam keyakinan tetapi lemah dalam kebijaksanaan akan memiliki keyakinan yang fanatik dan tanpa dasar. Sedangkan seseorang yang kuat dalam kebijaksanaan tetapi lemah dalam keyakinan akan mengetahui bahwa ia bersalah jika berbuat kejahatan, tetapi sulit untuk menyembuhkannya bagaikan seseorang yang penyakitnya disebabkan oleh si obat sendiri. Bila keduanya seimbang, seseorang akan memiliki keyakinan hanya bila ada dasarnya (Visuddhimagga. 129).
Dalam Brahmajala-sutta tercatat bagaimana Sang Buddha mengajarkan siswanya agar bersikap kritis terhadap penganutan agama Buddha sendiri: “Para Bhikkhu, jika ada orang berbicara menentang aku, atau menentang Dharma atau menentang Sangha, janganlah karena hal itu engkau menjadi marah, benci, atau menaruh dendam. Jika engkau merasa tersinggung dan sakit hati, hal itu akan menghalangi perjalanananmu sendiri mencapai kemenangan. Jika engkau merasa jengkel dan marah ketika orang lain mengucapkan kata-kata yang menentang kita, bagaimana engkau dapat menilai sejauh mana ucapannya itu benar atau salah?… Jika ada orang yang mengucapkan kata-kata yang merendahkan Aku, atau Dharma atau Sangha, engkau harus menjelaskan apa yang keliru dan menunjukkan kesalahannya dengan menyatakan berdasarkan hal ini atau itu, tidak benar, itu bukan begitu, hal demikian tidak diketemukan di antara kami dan bukan pada kami. Sebaliknya pula, Bhikkhu, jika orang lain memuji Aku, memuji Dharma, memuji Sangha, janganlah karena hal tersebut engkau merasa senang atau bangga atau tinggi hati. Jika engkau bersikap demikian maka hal itu itu pun akan menghalangi perjalanananmu sendiri mencapai kemenangan. Jika orang lain memuji Aku, atau Dharma atau Sangha, maka engkau harus membuktikan kebenaran dari apa yang diucapkan dengan menyatakan berdasar hal ini atau itu, ini benar, itu memang begitu, hal demikian terdapat di antara kami, ada pada kami” (Digha-Nikaya. I, 3).
Setelah membaca semua sabda-sabda Sang Buddha di atas, apa yang sekarang muncul di dalam benak anda sekalian? Bagi saya pribadi, ajaran Sang Buddha lebih menitik-beratkan pada pengembangan religiusitas mental dan batin kita ketimbang sebuah keberAGAMAan. Sebagaimana dikatakan oleh Bodhidharma, bahwa Buddha tak dapat ditemukan dalam kitab suci. Ia mengajarkan untuk melihat ke dalam hati kita sendiri dengan kesadaran dan kesucian yang sempurna, karena di situlah kita akan bertemu dengan Buddha. Mungkin banyak diantara anda yang sering melihat orang-orang di sekeliling anda yang kuat menganut agamanya secara lahiriah, tapi tidak seiring dengan perkembangan religiusitas mental dan batinnya. Orang bisa saja sangat taat beribadah, namun di dalam rumahnya ia menyiksa istrinya dan di luar rumahnya ia seorang lintah darat. Boleh jadi orang gigih menganut agama dengan motivasi tertentu seperti dagang, karier atau tuntutan calon mertua. Orang yang militan dalam kegiatan organisasi agama, namun mengobarkan kebencian dan permusuhan, tidak peduli dengan kesulitan orang lain, tidak jujur, tidak adil, tentunya tidak religius. Sebaliknya ada orang yang tidak begitu cermat menaati aturan agama (bukan mengenai nilai moral yang universal) atau bahkan ia juga tidak mengenal agama sama sekali, namun ia cinta pada kebenaran, lurus, tidak munafik, tidak egois, tidak serakah dan suka menolong, maka ia bisa disebut religius.
Jadi sekarang pilihan berada di tangan anda. Karena sesungguhnya Sang Buddha sudah membabarkan secara lengkap dan sempurna mengenai perbedaan antara Saddha & Fanatisme. Artikel ini sendiri bersumber dari tulisan Bapak Khrisnanda Wijaya-Mukti dalam bukunya yang sangat indah dan berjudul “Wacana Buddha-Dharma”. Buku tersebut dan juga nasehat mama saya, telah sangat banyak membantu saya keluar dari kesalahan pandangan saya sebagai seorang siswa Sang Buddha. Saya sendiri mengenal Buddha-Dharma pada tahun 1997 (kemudian menerima Tisarana & Pancasila pada tahun yang sama). Namun bukan kedamaian yang saya temukan akan tetapi “debat kusir” yang tak perlu serta berkepanjangan dengan famili dan para sahabat yang kebetulan non-Buddhis. Puncaknya adalah tahun 2003, saat saya mendapat kesempatan menjadi seorang Dharmaduta, karena pada saat itu saya justru lebih banyak melakukan ADharma (dengan cara melakukan musavada tentang keyakinan-keyakinan selain Buddhis kepada para umat). Nasihat mama saya pun hanya masuk kuping kiri dan keluar kuping kanan. Tahun 2004 saya mendapatkan buku yang sangat berharga itu, yang juga kemudian menyadarkan saya akan kebenaran nasehat mama saya selama ini. Seperti Angulimala, saya akhirnya membuang “pedang” saya dan menggantinya dengan sebuah teratai kebenaran. Keindahan lain yang saya rasakan adalah saat saya bisa mengenalkan Buddha-Dharma kepada rekan-rekan non-Buddhis, karena kini saya datang kepada mereka dengan kedamaian
Teman-teman sekalian, jadikan Buddha-Dharma sebagai pembebasmu dan bukan sebagai belenggumu, karena sesungguhnya Sang Buddha pun juga sudah menguraikan bahwasanya kebanggaan (beragama Buddha) juga adalah salah satu penghalang kita dalam mencapai kemenangan (Nibbana). Selamat berbuat kebajikan dan semoga semua mahkluk selalu hidup berbahagia, Saddhu.
(sumber: Buku Wacana Buddha-Dharma karya Bapak Krishnanda Wijaya-Mukti)
Orientasi etika kosmik universal Swadika Paccekka untuk semuanya

see : 
Dalam sebuah wawancara dengan seorang tokoh renovator teologi pembebasan Amerika Latin asal Basil, Leonardo Boff, tokoh spiritual Budha dan pemenang nobel perdamaian serta penulis banyak buku, Dalai Lama, ditanya tentang "agama apa yg terbaik di dunia ini?"
Pertanyaan itu disampaikan Leonardo dalam sesi reses pada sebuah diskusi tentang agama dan kebebasan. Dan dengan sadar, pertanyaan agak nakal disampaikan Leonardo. "Saya kira dia akan menjawab, tentu saja Budha dari Tibet atau agama-agama timur yang usianya lebih tua dari Kristianitas," pikir Leonardo.
Mendengar pertanyaan itu, Dalai Lama berhenti sejenak sambil tersenyum, menatap langsung ke mata Boff dan secara mengejutkan menjawab pertanyaan-pertanyaan sambil tersenyum, "Agama terbaik adalah yang lebih mendekatkan Anda pada Cinta (TUHAN), yaitu agama yang membuat Anda menjadi orang yang lebih baik."
Leonardo Boff, tokoh Teologi Pembebasan asal Brasil Sambil menutupi rasa malu, Boff yang merasa bahwa pertanyaan itu cukup nakal bertanya lagi, "Apakah tanda agama yang membuat kita menjadi lebih baik?"
"Agama apa pun yang bisa membuat Anda Lebih welas asih, lebih berpikiran sehat, lebih objektif dan adil, lebih menyayangi, lebih manusiawi, lebih punya rasa tanggungjawab, lebih beretika, agama yang punya kualitas seperti yang saya sebut adalah agama terbaik," ujar Dalai Lama.
Leonardo Boff terdiam sejenak dan terkagum-kagum atas jawaban Dalai Lama yang bijaksana dan tidak dapat dibantah.
Selanjutnya, Dalai Lama berkata, "Kawan, tak penting bagi saya apa agamamu, tak peduli Anda beragama atau tidak.Yang betul-betul penting bagi saya adalah perilaku Anda di depan kawan-kawan Anda, di depan keluarga, lingkungan kerja, dan dunia."
Dalai Lama melanjutkan, "Ingat, alam semesta akan menggaungkan apa yang sudah kita lakukan dan pikirkan. Hukum aksi dan reaksi tidak eksklusif hanya untuk ilmu fisika, melainkan juga untuk hubungan antarmanusia. Jika saya berbuat baik, akan menerima kebaikan. Jika saya jahat, maka saya pun akan mendapatkan keburukan yang sama."
Menurut Dalai Lama, apa yang sudah disampaikan kakek moyang kita adalah kebenaran murni. "Anda akan mendapatkan apa saja yang Anda inginkan untuk orang lain. Dan menjadi bahagia bukanlah persoalan takdir, melainkan pilihan," tegas Dalai Lama.
Akhirnya, Dalai Lama berkata,
Jagalah pikiranmu, karena akan menjadi perkataanmu
Jagalah perkataanmu, karena akan menjadi perbuatanmu
Jagalah perbuatanmu, karena akan menjadi kebiasaanmu
Jagalah kebiasaanmu, karena akan membentuk karaktermu
Jagalah karaktermu, karena akan membentuk nasib/kammamu
Jadi nasib/kammamu berawal dari pikiranmu...
dan tidak ada agama yang lebih tinggi daripada kebenaran,"ujar sang guru.
evolusi pribadi &    harmoni dimensi 

Kutipan lengkap komentar vasala  :  DATA 01022021/PRIOR/KOMENTAR VLOG TQ SD 13012020 LAGI.pdf  p.12 
semua sama peran sebagai manusia (karma = taqwa) 
Khotbah tentang Paria (1) -- Tanya-jawab di 01:01:10
Anumodana Bhante Ashin Kheminda & Happy Anniversary DBS. Terima kasih sangat mengapresiasi & bermudita kembali atas aktualisasi kusala parami dhammadesana via media youtube ini. Banyak referensi dan refleksi atas kajian hingga saat ini. Semoga jika tidak memampukan kesegeraan realisasi (plan A) masih memungkinkan peningkatan kualifikasi (plan B) setidaknya pemantapan orientasi (plan C) bagi para penempuh Saddhamma ini untuk waktu selanjutnya.
"1:00:01" kalimat penutup ini sangat mengesankan dan cukup melegakan saya. Semula saya memperkirakan pembabaran Dhamma dengan gaya agama walau akan memperkuat kemantapan eksistensialnya namun cenderung akan memperlemah keterarahan transendentalnya. Papanca kecenderungan defisiensi pembenaran kepentingan via identifikasi untuk eksploitasi lokadhamma bisa menyimpangkan kemurnian pergerakannya. Tetap realistis tidak opurtunis (karena walau samsara ini delusif namun tidak terlalu chaotik ... Niyama Dhamma yang Impersonal Transenden cukup kokoh menyangga permainan "abadi" nama rupa di samsara ini ... perlu keselarasan, keberimbangan dan kebijaksanaan untuk tidak perlu melakukan penyimpangan, pelanggaran bahkan penyesatan yang akan menjadi bumerang kelak ... kemurnian diutamakan tidak sekedar "kelihaian" ). Buddhisme adalah Dhamma penempuhan yang mengutamakan keberdayaan autentik bukan agama penganutan yang mendoktrin kepercayaan fanatik. Saddha adalah awal keterbukaan untuk penempuhan bagi pembuktian kebenarannya (bukan hanya karena memang telah tercapainya Ariya magga namun dampak by product kedewasaan dan keberkahan yang didapatkannya dalam perjalanannya). Untuk penempuhan hingga pencerahan sangat diperlukan bukan hanya kebenaran idea pandangan, namun juga cara pensikapan , arah penempuhan dan mode pengarahan yang tepat dan layak hingga tujuannya. Semoga dengan ini kekhawatiran/keprihatinan alm YM Bhante Punnaji tidak (segera?) terjadi.
Be realistics to realize the real … level to reach > label to claim 

PENCAPAIAN
karena kelayakan kualitas akumulatif  untuk level evolusi & demi kebaikan maqom dimensi tujuan 
PENCAPAIAN AGAMA : kamavacara ? level kualitas hanya baru amal eksistensial 
dijanjikan jannah dipastikan barzah ? karena kelayakan kualitas evolusi & demi kebaikan dimensi tujuan dimensi eteris petta asura juga perlu orang 'baik' yang bisa dilayani keliaran obsesi kelekatan pengharapan/ penganggapannya  , dimensi astral surga perlu orang 'arif' untuk 'dilayani' kenaifan sensasi kebahagiaannya  , dimensi kausal triloka perlu orang 'suci' untuk 'dilayani' kesemuan fantasi kemurnian keilahianan dirinya 
PENCAPAIAN MYSTICS : brahmanda ? level kualitas energi batin mampu terarah universal 
dituju keilahian didapat 'layanan' sensasi & fantasi kemanunggalan Ilahiah yang masih semu dalam suddhavasa , naif dalam keterlelapan anenja bahkan bisa liar kembali samsarik abhassara untuk eksistensial  
PENCAPAIAN SADDHAMMA : lokuttara ? level kualitas esensi impersonal sudah mulai terjaga transendental 
dituju keesaan  advaita didapat baru ke'buddha'an ariya nibbana ( zarah diri pribadi < kaidah alam semesta< wihdah sentra segalanya .... faktisitas asymptot kesempurnaan panentheistics 10. .. ideal walau absurd  . figure < proses kaidah kosmik < tauhid, wihdat, etc )
memastikan kebenaran ? konsep dualitas keyakinan/keinginan < foto angle keseluruhan < video proses kesedemikianan 
Gunakan keahlian reversed inference (logika akal - tantien rasio) untuk keberlanjutan yang lebih mendalam  dengan memurnikan kepekaan empati kosmik gnosis wisdom untuk kemendalamannya  (logika hati - tantien emosi ) demi zazen pemahaman kebijaksanaan yang lebih benar, bijak & bajik (suci, arif & luas ... tantien pusat /solar plexus/ ?), seeker.

PENEMPUHAN 
PENEMPUHAN AGAMA
Transaksi Personal 
PENEMPUHAN MYSTICS :
Realisasi Personal 
the Guardian ... Elite Global KOsmik ? Sant Mat : 5 guardians 
Moksha mysticism sant mat  Dimensi Ilahiah : Alakh Niranjan- Brahm - Par Brahm - sohang- sat purush (Anenja/ vehapala  Brahma ?

PENEMPUHAN SADDHAMMA : 
Realisasi Impersonal 

Desain Global Dhammadhipateyya Buddhisme dalam transedensi penempuhan simultan (adiduniawi > duniawi) JMB 8 maksimal demi 10 kualitas arahata = Samma "panna" SADDHA 2 : Pandangan Benar (sammā ditthi), Pikiran Benar (sammā samkappa) – Samma Sila 3 : Ucapan Benar (sammā vācā), Perbuatan Benar (sammā kammanta), Mata Pencaharian Benar (sammā ājiva) – Samma Samadhi 3 : Upaya Benar (sammā vāyāma), Perhatian Benar (sammā sati), dan Konsentrasi Benar (sammā samādhi) /Dhammacakkhapavatana sutta/+ anattalakkhana sutta = Samma Panna 2: Pengetahuan Benar (samma nana) & Pembebasan Benar (samma vimutti) / Mahacattarisaka Sutta/).
Berikut adalah tabel alternative teparinama penempuhan "kontemporer" bagi etika pacekka (atau mungkin juga Buddha Savaka ?)

No

Level

Saddha  

(peningkatan kefahaman Dhamma : pengetahuan ,penmpuhan, penembusan)

Sila  revised

(pakati + pannati : varita & carita)

Samadhi

(Samatha Pemantapan keberimbangan + Vipassana pemurnian

Kebijaksanaan

Panna

Dhamma Vihara

(Kelayakan terniscayakan)

Prior Input

Final Output

1

Elementary

Suta maya paññā (intelek)

Pancasila

Appana & Khanika

Diba Vihara (surga ?)

Padaparama dihetuka

Neyya tihettuka

2

Intermediate

Cintā maya paññā (intuisi)

Atthasila

Jhana (lokiya & lokuttara)

Brahma Vihara   (Ilahi?)

Vehapala  (rupa + arupa?)

Gotrabu Anuloma

3

Advance

Bhāvanā maya paññā (insight)

Samanasila

Magga & Phala   (irreversible ?)

Ariya Vihara (murni?)

Sekha

Asekha ?

Mengenai cara penempuhan sudah banyak referensi yang diberikan bagi realisasi ini. Para Seeker bisa menanyakan langsung pada para Bhante atau Guru spiritual /Pemandu Meditasi yang bukan hanya lebih berkompeten namun juga sesungguhnya ini wilayah mereka yang sudah sepantasnya bagi kita yang di luar sasana untuk tahu diri, tahu malu dan tahu sila untuk tidak 'tranyakan' melanggar bukan hanya area kewenangan mereka namun juga wilayah kesemestaan bersama yang beragam ini. Walau sebagai seeker kita telah memahami akan proses saddha KM4/ JMB 8 dalam triade sila-samadhi-panna untuk dijalani,.  semisal : chart Pa Auk Sayadaw, etc (juga : Ajahn Chah, Bhante Punnaji, Bhante Vimalaramsi, dsb) 
 proses penempuhannya  & by product peniscayaannya (Sila- Samadhi-Panna untuk Vihara kelayakannya ). 

Tersenyum seperti Buddha
(Smile like a Buddha ... not as a Buddha ? ) 
Be Realistics to Realize the Real 

Tersenyumlah seperti Buddha walau itu memang masih 'fake' (semu) dan tidak 'real'(nyata).
Ini bukan dimaksudkan untuk 'memotivasi' diri bagi kesombongan pencitraan diri dengan melagakkan seakan pencapaian keniscayaan telah terjadi hanya dengan cara itu.
Ini dimaksudkan untuk mengarahkan diri untuk kebijaksanaan penyadaran diri dengan melayakkan peniscayaan keniscayaan yang secara murni dan alami seharusnya terjadi.
Senyum kearifan Ariya yang melampaui sikap positif apalagi negatif.

Bagi Dia yang sudah terjaga itu ekspresi authentik 
Bagi kita yang belum terjaga itu exercise holistik

Tersenyum seperti Buddha JMB 5
karena terfahami secara intelektual simsapa kebenaran spiritual
Kecakapan Pandangan benar akan mengarahkan fikiran benar (kesadaran notion batin)
Kecakapan fikiran benar akan mengarahkan tindakan bajik (ketulusan dana sila etc)
Kecakapan tindakan bajik akan mengarahkan asset mulia (kemurnian punna kusala )
Dhamma indah pada awalnya dengan terlampauinya tataran eksistensial diri
(harmoni dunia - terhindar apaya - terlayakkan surga = Dibba Vihara )

Tersenyum mengarah Buddha JMB 8
karena tercapai secara meditatif acinteya hakekat kenyataan spiritual
Paska asset mulia terus lanjutkan Adhi-Sila (alobha -adosa - amoha : tihetuka)
Paska Adhi-Sila terus lanjutkan Adhi-Citta (Samma Samadhi : Jhana Brahma )
Paska Adhi-Citta terus lanjutkan Adhi-Panna (Samma Vipasana: Gotrabu Nana?) 
Dhamma indah pada pertengahannya dengan terlampauinya tataran universal diri
(harmoni batin - terlampaui moksa - terlayakkan magga  = Dhamma Vihara )

Tersenyum sebagaimana Buddha JMB 10
karena terbukti secara insight advaita desain labirin permainan spiritual
Dengan masaknya Adhi-Panna layaklah Realisasi Keterjagaan (nibbana: pemurnian magga/phala  )
Dalam Realisasi Keterjagaan layaklah Realisasi Kebijaksanaan (panna: sabbanutta/ patisambhida?)
Dalam Realisasi Kebijaksanaan layaklah Realisasi Ketercerahan (kiriya: kusala  non karmik?)
Dhamma indah pada akhirnya dengan terlampauinya tataran transendental diri 
(harmoni - terbuka nibbana - terlampaui samsara  = Ariya Vihara )

Dhamma akan melindungi siapapun yang menempuhnya dengan benar, tepat dan sehat.
Teruslah memperjalankan 'diri' demi semakin terjaganya orientasi, kualifikasi & realisasi
Jalani saja proses penempuhannya secara murni tanpa perlu ambisi/obsesi yang menghalangi.
Layakkan diri sebagaimana kaidah Niyama Dhamma meniscayakan pelayakannya secara alami.
Terima, kasihi dan lampaui segala episode penempaan diri sebagaimana ariya nantinya.
Layakkan diri sebagai Ariya ... maka jikapun nibbana pembebasan belum (mampu/perlu?) tercapai , maka keterjagaan, kebijaksanaan dan ketercerahan akan membawa keswadikaan, keberdayaan, dan kebahagiaan dimanapun wilayah, bagaimanapun suasana dan apapun peran zenka keabadian yang dijalani .... Pada hakekatnya, Samsara hanyalah ilusi mimpi dari Nibbana bagi semuanya.

Note :  
Sita Hasituppāda  /Tersenyum seperti Buddha  = Kesadaran sakshin tandiri keterjagaan nirvanik dalam dagelan internal nama rupa diri dalam keterlelapan drama samsarik  (ini guyonan sastra semoga tidak diterima wantah )
Wacana di atas itu bahasa sastra, bro/sis. Jangan diterima wantah. (payah, deh?). Memang ada tehnik terobosan meditasi smile dari Bhante Vimalaramsi yang menggunakan metta bhavana sebagai alternative anapanasati umumnya. Smile digunakan untuk mengembangkan metta, ketenangan dalam kearifan batin, relax tidak tegang terobsesi mengharap hasil instan, etc. "Senyum kiriya" yang autentik & holistic tentu saja jika itu murni & alami sebagai asekha. 
Well, sekedar gambaran tambahan. Buddha factor (keberadan Buddha) yang sabbanutta atas pelayakan metode atas kemasakan indriya para savakaNya memang krusial. Sesungguhnya tidak hanya 40 kammathana yang dibabarkan. Saat ini memang ada banyak metode selain peta baku spiritualitas Buddhisme Realisasi penempuhan JMB 8 untuk pencapaian kualitas arahat 10 yang digunakan bagi para samana  selain  versi Myanmar,(Pa Auk Sayadaw, Mahasi Sayadaw ,etc ) ada juga metode terobosan lainnya yang kreatif kontemporer demi proses pelayakan umat dengan  tetap tidak meninggalkan pakem ajaran semisal metode bertahap Ariya Magga mendiang bhante Punnaji , metode TWIM bhante vimalarmsi bahkan locally ada juga dari Bhante Gunasiri, MMD Hudoyo belum lagi dari Tibetan Vajrayana / Mahayana / Zen  bahkan yang dianggap kontroversial semacam Dhammakaya dlsb. (Lihat dan nilai  uji sendiri referensi upload kami ). Apapun itu semua hendaklah dihargai sebagai upaya samvega spiritualitas para Neyya Buddhism dalam merealisasikan ajaran ... walau mungkin beda di permukaan namun semoga di kedalaman akan mecapai level pencerahan yang sama / setara juga (tentu saja jika dasar pengetahuan, penempuhan dan penembusannya benar, tepat dan sehat dalam kemurniannya ). Sebagai padaparama dihetuka di luar sasana kami ungkapkan ini dengan tanpa maksud intervensi "mengompori" keharmonisan sasana dengan mana pembenaran kesombongan untuk membela/meninggikan yang satu apalagi dengan mencela/merendahkan lainnya.  

PARADIGMA SEDERHANA  KEMBALI MEMBUMI 
Finally , 
Well, ini akan jadi menarik juga untuk kembali membumi sebagaimana sebelumnya menghadapi kompleksitas kenyataan hidup bersama lainnya dalam wisdom kewajaran eksternal dengan gnosis kesadaran internal tersebut.
Setelah mendaki bersama Buddha ini saatnya bagaimana menari bersama Shiva
Pesan Kesucian Buddha : Demi Evolusi Pribadi ... jauhi kejahatan namun dengan tanpa membencinyaJalani kebajikan namun dengan tanpa melekatinya dan Sucikan fikiran namun dengan tanpa mengidentifikasikan apalagi mengeksploitasikan diri padanya .
Pesan Kearifan Shiva : Bagi Harmoni Dimensi...dengan tanpa membencinya Jauhi kejahatan, dengan tanpa melekatinya jalani kebajikan dan dengan tanpa mengidentifikasikan apalagi mengeksploitasikan diri padanya  sucikan fikiran. 

Tiga Pesan Abadi keheningan kosmik yang diungkapkan para Buddha : Jauhi kejahatan, jalani kebajikan, sucikan fikira
https://www.youtube.com/watch?v=tig-9g5RYrc&list=PLZZa2J4-qv-bpW9lgcl0XfLNL7tfMzZZD&index=63&t=34m55s
Link Data: www.tiny.cc/dhammapada-183Bro Billy Tan (p. 12 - 20)
Jauhi kejahatan namun dengan tanpa membencinya, Jalani kebajikan namun dengan tanpa melekatinya dan Sucikan fikiran namun dengan tanpa mengidentifikasikan apalagi mengeksploitasikan diri padanya (Dhammapada : 183). Itulah paradigma (yang walau tampak terdengar "sederhana" namun sesungguhnya sangat sempurna / bijaksana ) wejangan para Buddha untuk bukan hanya melalui namun juga melampaui samsara menuju Nibbana yang direalisasikan dalam keterarahan /keselarasan simultan triade pemurnian Sila - Samadhi - Panna.
Keselarasan dalam Saddhamma .... Inilah cara untuk menjalani kebenaran itu dengan tanpa syarat apapun   Well, bukan hanya "sekedar' demi membawa level evolusi pribadi yang lebih baik (eksistensial), menjaga harmoni dimensi  yang semakin kondusif (universal) namun karena memang demikianlah amanah keselerasan yang ditetapkan untuk dijalani (transendental).... sinkronisasi peniscayaan berkah yang memang seharusnya dilakukan atas keniscayaan berkah yang sudah digariskan pada keberadaan, dalam kesemestaan oleh kesunyataan Impersonal Transenden ini.
Jadilah media kebaikan yang murni x media keburukan yang kacau bagi diri sendiri, makhluk lain dan living cosmic ini baik transendental, universal, eksistensial . senantiasa terjaga sebagai media impersonal akan figur personal samsariknya sehingga memungkinkannya untuk bukan hanya berjaga dari keterpedayaaan bahkan semakin memberdaya diri namun juga mampu menjaga untuk tidak hanya memperdaya lainnya namun justru memberdaya lainnya..... tetap orientasi berpandangan, berpribadi, berprilaku ariya apapun peran, dimanapun dimensi dan kapanpun situasi kondisinya. Menerima tanpa perlu kebencian, mengasihi tanpa perlu pelekatan , melampaui tanpa perlu merendahkan. So, jika keniscayaan pembebasan/ pencerahan/ pemberdayaan belum mampu tercapai, keselarasan tertib kosmik yang holistik, harmonis dan sinergik akan kebenaran, kebajikan dan kebijakan masih terjaga .... bagi diri sendiri, makhluk lain dan living cosmic ini.


SBNR 


Power vs Force : Ina (artikel) - Eng (Ebook)

Sebagai seorang manusia rasional positivist umumnya kita intelectually menggunakan filsafat untuk mengamati fenomena objektif di luar & psikologi untuk mengamati fenomena subjektif di dalam. Semula kami mengira hanya diperlukan 'parama dhamma' 4 (kearifan, keuletan, keahlian & kebaikan) untuk menghadapi kehidupan ini secara pragmatis namun akhirnya bersamaan dengan waktu & trial error kami menyadari kebijaksanaan perifer tepian permukaan itu ternyata tidak cukup ada kebijaksanaan mendalam lagi yang menjadi dasar untuk itu ... kesucian. Bukan karena pemurnian itu dimaksudkan sebagai faktor pengkondisi saja bagi keberkahan dan kesuksesan sejati namun tampaknya justru itu sentra dari keberadaan, kesunyataan dan kesedemikianan yang terniscayakan terjadi dan karenanya perlu peniscayaan untuk merealisasi.... terlepas apapun anggapan/pandangan diri kita semula (keharusan duniawi, kejatuhan surgawi, keterlupaan panentheistik, keterlelapan samsarik , dsb)   Realisasi spiritualitas tampaknya memang perlu keautentikan plus keholistikan  (minimal dalam wawasan walau belum dalam tataran).

 

SPIRITUAL AND RELIGIOUS VS SPIRITUAL NON RELIGIOUS ?
SPIRITUALITY FROM RELIGIOUS PEOPLE FOR SECULAR PERSONS  ?  
TRUTH OR FAITH ... REALITY OR AUTHORITY ?
SPIRITUALITY ALSO FOR SECULAR PERSON OR JUST FOR RELIGIOUS PEOPLE ?
COSMIC PUZZLE ... SPIRITUALITY FOR ALL  (NOT ONLY SBAR BUT ALSO SBNR ?)

Just For Seekers : SBNR ?
 

SBNR &/ SBAR ?
SPIRITUAL BUT NOT RELIGIOUS .... SPIRITUAL BUT ALSO RELIGIOUS
Meminjam istilah Linda Mercadante penulis buku Belief without borders: inside the minds of the spiritual but not religious 
Mercadante, Linda A. (2014), Belief without borders: inside the minds of the spiritual but not religious, New York, NY: Oxford University Press, ISBN 978-0199931002

"Spiritual but not religious" (SBNR), also known as "spiritual but not affiliated" (SBNA), is a popular phrase and initialism used to self-identify a life stance of spirituality that does not regard organized religion as the sole or most valuable means of furthering spiritual growth. Historically, the words religious and spiritual have been used synonymously to describe all the various aspects of the concept of religion but in contemporary usage spirituality has often become associated with the interior life of the individual,placing an emphasis upon the well-being of the "mind-body-spirit",while religion refers to organizational or communal dimensions.
Origins and demography
Historically, the words religious and spiritual have been used synonymously to describe all the various aspects of the concept of religion. However, religion is a highly contested term with scholars such as Russell McCutcheon arguing that the term "religion" is used as a way to name a "seemingly distinct domain of diverse items of human activity and production".The field of religious studies cannot even agree on one definition for religion and since spirituality overlaps with it in many ways it is difficult to reach a consensus for a definition for spirituality as well.
The specific expression was used in several scholarly works, including an anthropological paper in 1960 and in Zinnbauer et al.'s seminal paper "Religiousness and Spirituality: Unfuzzying the Fuzzy".SBNR as a movement in America was delineated by author Sven Erlandson in his 2000 book Spiritual but not Religious.The phenomenon possibly started to emerge as a result of a new Romantic movement that began in the 1960s, whereas the relationship between the two has been remotely linked to William James' definition of religious experience, which he defines as the "feelings, acts and experiences of individual men in their solitude, so far as they apprehend themselves to stand in relation to whatever they may consider the divine." Romantic movements tend to lean away from traditional religion and resemble spiritual movements in their endorsement of mystical, unorthodox, and exotic ways.Owen Thomas also states that the ambiguity and lack of structure present in Romantic movements are also present within spiritual movements.
According to a study conducted by Pew Research Center in 2012, the number of Americans who do not identify with any religion has increased from 15% in 2007 to 20% in 2012, and this number continues to grow. One fifth of the US public and a third of adults under the age of 30 are reportedly unaffiliated with any religion but identify as being spiritual in some way. Of these religiously unaffiliated Americans, 37% classify themselves as spiritual but not religious, while 68% say they do believe in God, and 58% feel a deep connection to the Earth.
Increased popular and scholarly attention to "spirituality" by scholars like Pargament has been related to sociocultural trends towards deinstitutionalization, individualization, and globalization
Generational replacement has been understood as a significant factor of the growth of religiously unaffiliated individuals. Significant differences were found between the percentage of those considered younger Millennials (born 1990–1994) as compared with Generation Xers (born 1965–1980), with 34% and 21% reporting to be religiously unaffiliated, respectively.
Demographically, research has found that the religiously unaffiliated population is younger, predominately male, and 35% are between the ages of 18 and 29. Conversely, only 8% of religiously unaffiliated individuals are 65 and older. Among those unaffiliated with organized religion as a whole, 56% are men and 44% are women.
Another possible explanation for the emergence of SBNR is linguistic. Owen Thomas highlights the fact that spirituality movements tend to be localized to English and North American cultures. The meaning of the term "spirit" is more narrow in English than that of other languages, referring to all of the uniquely human capacities and cultural functions.
Yet, according to Siobhan Chandler, to appreciate the "god within" is not a twentieth century notion with its roots in 1960s counter culture or 1980s New Age, but spirituality is a concept that has pervaded all of history.
Characteristics of SBNR : Anti-institutional and personal
According to Abby Day, some of those who are critical of religion see it as rigid and pushy, leading them to use terms such as atheist, agnostic to describe themselves.For many people, SBNR is not just about rejecting religion outright, but not wanting to be restricted by it.
According to Linda Mercadante, SBNRs take a decidedly anti-dogmatic stance against religious belief in general. They claim not only that belief is non-essential, but that it is potentially harmful or at least a hindrance to spirituality.
According to Philip D. Kenneson, many of those studied who identify as SBNR feel a tension between their personal spirituality and membership in a conventional religious organization. Most of them value curiosity, intellectual freedom, and an experimental approach to religion. Many go as far to view organized religion as the major enemy of authentic spirituality, claiming that spirituality is private reflection and private experience—not public ritual.To be "religious" conveys an institutional connotation, usually associated with Abrahamic traditions: to attend worship services, to say Mass, to light Hanukkah candles. To be "spiritual," in contrast, connotes personal practice and personal empowerment having to do with the deepest motivations of life.As a result, in cultures that are deeply suspicious of institutional structures and that place a high value on individual freedom and autonomy, spirituality has come to have largely positive connotations, while religion has been viewed more negatively.
According to Robert Fuller, the SBNR phenomenon can be characterized as a mix of intellectual progressivism and mystical hunger, impatient with the piety of established churches.
According to Robert Wuthnow, spirituality is about much more than going to church and agreeing or disagreeing with church doctrines. Spirituality is the shorthand term used in Western society to talk about a person's relationship with God. For many people, how they think about religion and spirituality is certainly guided by what they see and do in their congregations. At a deeper level, it involves a person's self-identity—feeling loved by God, and these feelings can wax and wane.
Categorization of SBNRs :Linda A. Mercadante categorizes SBNRs into five distinct categories:
"Dissenters" are the people who, for the most part, make a conscious effort to veer away from institutional religion. "Protesting dissenters" refers to those SBNRs who have been 'turned off' religious affiliation because of adverse personal experiences with it. "Drifted Dissenters" refers to those SBNRs who, for a multitude of reasons, fell out of touch with organized religion and chose never to go back. "Conscientious objector dissenters" refers to those SBNRs who are overtly skeptical of religious institutions and are of the view that religion is neither a useful nor necessary part of an individual's spirituality.
"Casuals" are the people who see religious and/or spiritual practices as primarily functional. Spirituality is not an organizing principle in their lives. Rather they believe it should be used on an as-needed basis for bettering their health, relieving stress, and for emotional support. The spirituality of "Casuals" is thus best understood as a "therapeutic" spirituality that centers on the individual's personal wellbeing.
"Explorers" are the people who seem to have what Mercadante refers to as a "spiritual wanderlust". These SBNRs find their constant search for novel spiritual practices to be a byproduct of their "unsatisfied curiosity", their desire for journey and change, as well as feelings of disappointment. Explorers are best understood as "spiritual tourists" who take comfort in the destination-less journey of their spirituality and have no intentions of ultimately committing to a spiritual home.
"Seekers" are those people who are looking for a spiritual home but contemplate recovering earlier religious identities. These SBNRs embrace the "spiritual but not religious" label and are eager to find a completely new religious identity or alternative spiritual group that they can ultimately commit to.
"Immigrants" are those people who have found themselves in a novel spiritual realm and are trying to adjust themselves to this newfound identity and its community. "Immigrants" can be best understood as those SBNRs who are "trying on" a radically new spiritual environment but have yet to feel completely settled there. It is important to note that for these SBNRs, although they are hoping to become fully integrated in their newfound spiritual identities, the process of acclimation is difficult and often disconcerting.
Practices
See also: Spirituality and New Age
SBNR is related to feminist spiritual and religious thought and ecological spiritualities, and also to Neo-PaganismWiccaShamanicDruidicGaian and ceremonial magic practices.Some New Age spiritual practices include astrologyOuija boards, Tarot cards, the I Ching, and science fiction. A common practice of SBNRs is meditation, such as mindfulness and Transcendental Meditation.
Criticism
Some representatives of organized religion have criticized the practice of spirituality without religiosity. Lillian Daniel, a liberal Protestant minister, has characterized the SBNR worldview as a product of secular American consumer culture, far removed from community and "right smack in the bland majority of people who find ancient religions dull but find themselves uniquely fascinating" James Martin, a Jesuit priest, has called the SBNR lifestyle "plain old laziness" stating that "spirituality without religion can become a self-centered complacency divorced from the wisdom of a community".
Other critics contend that within the "Spiritual but not Religious" worldview, self-knowledge and self-growth have been problematically equated with knowledge of God, directing a person's focus inward. As a result, the political, economic, and social forces that shape the world are neglected and left untended. Further, some scholars have noted the relative spiritual superficiality of particular SBNR practices. Classical mysticism within the world's major religions requires sustained dedication, often in the form of prolonged asceticism, extended devotion to prayer, and the cultivation of humility. In contrast, SBNRs in the Western world are encouraged to dabble in spiritual practices in a way that is often casual and lacking in rigor or any reorganization of priorities. Sociologist Robert Wuthnow suggests that these forms of mysticism are "shallow and inauthentic".Other critics take issue with the intellectual legitimacy of SBNR scholarship. When contrasted with professional or academic theology, spiritual philosophies can appear unpolished, disjointed, or inconsistently sourced
Wong and Vinsky challenge SBNR discourse that posits religion as "institutional and structured" in contrast to spirituality as "inclusive and universal" (1346).They argue that this understanding makes invisible the historical construction of "spirituality", which currently relies on a rejection of EuroChristianity for its own self-definition. According to them, Western discourses of "spirituality" appropriate indigenous spiritual traditions and "ethnic" traditions of the East, yet racialized ethnic groups are more likely to be labeled "religious" than "spiritual" by white SBNR practitioners. Wong and Vinsky assert that through these processes, colonial othering is enacted through SBNR discourse.


"Spiritual tapi tidak religius" (SBNR), juga dikenal sebagai "spiritual tapi tidak berafiliasi" (SBNA), adalah ungkapan populer dan inisialisasi yang digunakan untuk mengidentifikasi diri sikap hidup spiritualitas yang tidak menganggap agama terorganisir sebagai satu-satunya atau paling sarana berharga untuk memajukan pertumbuhan rohani. Secara historis, kata-kata religius dan spiritual telah digunakan secara sinonim untuk menggambarkan semua aspek yang berbeda dari konsep agama, tetapi dalam penggunaan kontemporer, spiritualitas sering dikaitkan dengan kehidupan interior individu, menempatkan penekanan pada kesejahteraan " pikiran-tubuh-roh", sedangkan agama mengacu pada dimensi organisasi atau komunal.
Asal dan demografi
Secara historis, kata religius dan spiritual telah digunakan secara sinonim untuk menggambarkan berbagai aspek konsep agama. Namun, agama adalah istilah yang sangat diperdebatkan dengan para sarjana seperti Russell McCutcheon yang berpendapat bahwa istilah "agama" digunakan sebagai cara untuk menamai "domain yang tampaknya berbeda dari beragam item aktivitas dan produksi manusia". Bidang studi agama bahkan tidak bisa. menyepakati satu definisi untuk agama dan karena spiritualitas tumpang tindih dengannya dalam banyak hal, sulit untuk mencapai konsensus untuk definisi spiritualitas juga.
Ungkapan khusus digunakan dalam beberapa karya ilmiah, termasuk makalah antropologi pada tahun 1960 dan dalam makalah mani Zinnbauer et al. "Religiousness and Spirituality: Unfuzzying the Fuzzy".SBNR sebagai gerakan di Amerika digambarkan oleh penulis Sven Erlandson dalam karyanya 2000 buku Spiritual tapi bukan Religius. Fenomena ini mungkin mulai muncul sebagai akibat dari gerakan Romantis baru yang dimulai pada 1960-an, sedangkan hubungan antara keduanya telah dikaitkan dengan definisi pengalaman religius William James, yang dia definisikan sebagai "perasaan, tindakan dan pengalaman individu manusia dalam kesendirian mereka, sejauh mereka memahami diri mereka sendiri untuk berdiri dalam kaitannya dengan apa pun yang mereka anggap ilahi." Gerakan-gerakan romantis cenderung menjauh dari agama tradisional dan menyerupai gerakan-gerakan spiritual dalam mendukung cara-cara mistik, tidak ortodoks, dan eksotis. Owen Thomas juga menyatakan bahwa ambiguitas dan kurangnya struktur yang ada dalam gerakan-gerakan Romantis juga hadir dalam gerakan spiritual.
Menurut sebuah studi yang dilakukan oleh Pew Research Center pada tahun 2012, jumlah orang Amerika yang tidak menganut agama apa pun telah meningkat dari 15% pada tahun 2007 menjadi 20% pada tahun 2012, dan jumlah ini terus bertambah. Seperlima dari publik AS dan sepertiga orang dewasa di bawah usia 30 tahun dilaporkan tidak berafiliasi dengan agama apa pun tetapi mengidentifikasi diri sebagai spiritual dalam beberapa cara. Dari orang Amerika yang tidak terafiliasi dengan agama ini, 37% mengklasifikasikan diri mereka sebagai spiritual tetapi tidak religius, sementara 68% mengatakan mereka percaya pada Tuhan, dan 58% merasakan hubungan yang mendalam dengan Bumi.
Meningkatnya perhatian populer dan ilmiah terhadap "spiritualitas" oleh para sarjana seperti Pargament telah dikaitkan dengan tren sosiokultural menuju deinstitusionalisasi, individualisasi, dan globalisasi
Pergantian generasi telah dipahami sebagai faktor signifikan pertumbuhan individu yang tidak terafiliasi dengan agama. Perbedaan signifikan ditemukan antara persentase mereka yang dianggap sebagai Generasi Milenial yang lebih muda (lahir 1990–1994) dibandingkan dengan Generasi X (lahir 1965–1980), dengan masing-masing 34% dan 21% melaporkan tidak terafiliasi secara agama.
Secara demografis, penelitian telah menemukan bahwa populasi yang tidak beragama lebih muda, didominasi laki-laki, dan 35% berusia antara 18 dan 29 tahun. Sebaliknya, hanya 8% dari individu yang tidak beragama berusia 65 tahun ke atas. Di antara mereka yang tidak terafiliasi dengan agama terorganisir secara keseluruhan, 56% adalah laki-laki dan 44% adalah perempuan.
Penjelasan lain yang mungkin untuk munculnya SBNR adalah linguistik. Owen Thomas menyoroti fakta bahwa gerakan spiritualitas cenderung terlokalisasi pada budaya Inggris dan Amerika Utara. Arti istilah "roh" dalam bahasa Inggris lebih sempit daripada bahasa lain, mengacu pada semua kapasitas dan fungsi budaya manusia yang unik.
Namun, menurut Siobhan Chandler, untuk menghargai "tuhan di dalam" bukanlah gagasan abad kedua puluh yang berakar pada budaya tandingan tahun 1960-an atau Zaman Baru tahun 1980-an, tetapi spiritualitas adalah konsep yang telah merasuki seluruh sejarah.
Karakteristik SBNR : Anti institusi dan personal
Menurut Abby Day, beberapa dari mereka yang kritis terhadap agama melihatnya sebagai kaku dan memaksa, sehingga mereka menggunakan istilah-istilah seperti ateis, agnostik untuk menggambarkan diri mereka sendiri. Bagi banyak orang, SBNR bukan hanya tentang menolak agama secara mentah-mentah, tetapi tidak menginginkannya. untuk dibatasi olehnya.
Menurut Linda Mercadante, SBNR jelas-jelas mengambil sikap anti-dogmatis terhadap keyakinan agama secara umum. Mereka mengklaim tidak hanya bahwa kepercayaan itu tidak penting, tetapi juga berpotensi berbahaya atau setidaknya menjadi penghalang bagi spiritualitas.
Menurut Philip D. Kenneson, banyak dari mereka yang diteliti yang mengidentifikasi sebagai SBNR merasakan ketegangan antara semangat pribadi mereka
Karakteristik SBNR Anti-institusional dan pribadi
Menurut Abby Day, sebagian dari mereka yang kritis terhadap agama melihatnya sebagai sesuatu yang kaku dan memaksa, sehingga mereka menggunakan istilah-istilah seperti ateis, agnostik untuk menggambarkan diri mereka.[ Bagi banyak orang, SBNR bukan sekadar menolak agama secara mentah-mentah, tetapi juga tidak ingin dibatasi olehnya.
Menurut Linda Mercadante, SBNR jelas-jelas mengambil sikap anti-dogmatis terhadap keyakinan agama secara umum. Mereka mengklaim tidak hanya bahwa kepercayaan tidak penting, tetapi juga berpotensi berbahaya atau setidaknya menghambat spiritualitas.
Menurut Philip D. Kenneson, banyak dari mereka yang belajar yang mengidentifikasi sebagai SBNR merasakan ketegangan antara spiritualitas pribadi mereka dan keanggotaan dalam organisasi keagamaan konvensional. Kebanyakan dari mereka menghargai rasa ingin tahu, kebebasan intelektual, dan pendekatan eksperimental terhadap agama. Banyak yang melangkah lebih jauh untuk memandang agama yang terorganisir sebagai musuh utama spiritualitas otentik, mengklaim bahwa spiritualitas adalah refleksi pribadi dan pengalaman pribadi—bukan ritual publik. Menjadi "religius" mengandung konotasi institusional, biasanya dikaitkan dengan tradisi Ibrahim: menghadiri kebaktian, mengatakan Misa, menyalakan lilin Hanukkah. Menjadi "spiritual", sebaliknya, berkonotasi dengan praktik pribadi dan pemberdayaan pribadi yang berkaitan dengan motivasi hidup yang paling dalam. Akibatnya, dalam budaya yang sangat curiga terhadap struktur institusional dan yang menempatkan nilai tinggi pada kebebasan dan otonomi individu, spiritualitas menjadi berkonotasi positif, sementara agama dipandang lebih negatif.
Menurut Robert Fuller, fenomena SBNR dapat dicirikan sebagai campuran progresivisme intelektual dan kelaparan mistik, tidak sabar dengan kesalehan gereja-gereja mapan.
Menurut Robert Wuthnow, spiritualitas lebih dari sekadar pergi ke gereja dan setuju atau tidak setuju dengan doktrin gereja. Spiritualitas adalah istilah singkat yang digunakan dalam masyarakat Barat untuk berbicara tentang hubungan seseorang dengan Tuhan. Bagi banyak orang, cara mereka berpikir tentang agama dan spiritualitas tentu dipandu oleh apa yang mereka lihat dan lakukan di jemaat mereka. Pada tingkat yang lebih dalam, ini melibatkan identitas diri seseorang—perasaan dikasihi oleh Tuhan, dan perasaan ini bisa bertambah dan berkurang
Kategorisasi SBNR Linda A. Mercadante mengkategorikan SBNR ke dalam lima kategori berbeda:[
"Pembangkang" adalah orang-orang yang, sebagian besar, secara sadar berusaha untuk menyimpang dari agama institusional. "Memprotes pembangkang" mengacu pada SBNR yang telah 'dimatikan' afiliasi keagamaannya karena pengalaman pribadi yang merugikan dengannya. "Pembangkang yang Melayang" mengacu pada SBNR yang, karena banyak alasan, tidak berhubungan dengan agama yang terorganisir dan memilih untuk tidak pernah kembali. "Pembangkang yang menolak dengan hati nurani" mengacu pada SBNR yang secara terang-terangan skeptis terhadap institusi keagamaan dan berpandangan bahwa agama bukanlah bagian yang berguna dan tidak perlu dari spiritualitas individu.
"Casuals" adalah orang-orang yang melihat praktik keagamaan dan/atau spiritual sebagai fungsi utama. Spiritualitas bukanlah prinsip pengorganisasian dalam kehidupan mereka. Sebaliknya mereka percaya itu harus digunakan sesuai kebutuhan untuk meningkatkan kesehatan mereka, menghilangkan stres, dan untuk dukungan emosional. Spiritualitas "Casuals" dengan demikian paling baik dipahami sebagai spiritualitas "terapeutik" yang berpusat pada kesejahteraan pribadi individu.
"Penjelajah" adalah orang-orang yang tampaknya memiliki apa yang disebut Mercadante sebagai "nafsu berkelana spiritual". SBNR ini menemukan pencarian konstan mereka untuk praktik spiritual baru sebagai produk sampingan dari "keingintahuan yang tidak terpuaskan", keinginan mereka untuk perjalanan dan perubahan, serta perasaan kecewa. Penjelajah paling baik dipahami sebagai "turis spiritual" yang merasa nyaman dalam perjalanan spiritualitas tanpa tujuan dan tidak memiliki niat untuk akhirnya berkomitmen pada rumah spiritual.
"Pencari" adalah orang-orang yang mencari rumah spiritual tetapi berpikir untuk memulihkan identitas agama sebelumnya. SBNR ini menganut label "spiritual tetapi tidak religius" dan sangat ingin menemukan identitas agama yang sama sekali baru atau kelompok spiritual alternatif yang pada akhirnya dapat mereka komit.
"Imigran" adalah orang-orang yang telah menemukan diri mereka di alam spiritual baru dan mencoba menyesuaikan diri dengan identitas yang baru ditemukan ini dan komunitasnya. "Imigran" paling baik dipahami sebagai SBNR yang "mencoba" lingkungan spiritual baru yang radikal tetapi belum merasa benar-benar menetap di sana. Penting untuk dicatat bahwa untuk SBNR ini, meskipun mereka berharap untuk sepenuhnya terintegrasi dalam identitas spiritual mereka yang baru ditemukan, proses aklimatisasinya sulit dan seringkali membingungkan.
Praktek
Lihat juga: Spiritualitas dan Zaman Baru
SBNR terkait dengan pemikiran spiritual dan agama feminis dan spiritualitas ekologis, dan juga dengan Neo-Paganisme, Wicca, Shamanic, Druidic, Gaian dan praktik sihir seremonial. Beberapa praktik spiritual New Age termasuk astrologi, papan Ouija, kartu Tarot, I Ching, dan fiksi ilmiah. Praktik umum SBNR adalah meditasi, seperti perhatian penuh dan Meditasi Transendental.
Kritik
Beberapa perwakilan agama yang terorganisir mengkritik praktik spiritualitas tanpa religiusitas. Lillian Daniel, seorang pendeta Protestan liberal, telah mencirikan pandangan dunia SBNR sebagai produk budaya konsumen Amerika sekuler, jauh dari komunitas dan "tepat di sebagian besar orang yang menganggap agama kuno membosankan tetapi menemukan diri mereka secara unik menarik" James Martin, seorang imam Jesuit, menyebut gaya hidup SBNR sebagai "kemalasan tua yang polos" yang menyatakan bahwa "spiritualitas tanpa agama dapat menjadi kepuasan diri yang berpusat pada diri sendiri yang dipisahkan dari kebijaksanaan suatu komunitas".
Kritikus lain berpendapat bahwa dalam pandangan dunia "Spiritual tapi tidak Religius", pengetahuan diri dan pertumbuhan diri secara problematis disamakan dengan pengetahuan tentang Tuhan, mengarahkan fokus seseorang ke dalam. Akibatnya, kekuatan politik, ekonomi, dan sosial yang membentuk dunia diabaikan dan dibiarkan begitu saja. Selanjutnya, beberapa sarjana telah mencatat kedangkalan spiritual relatif dari praktik SBNR tertentu. Mistisisme klasik dalam agama-agama besar dunia membutuhkan dedikasi yang berkelanjutan, sering kali dalam bentuk asketisme yang berkepanjangan, pengabdian yang diperluas pada doa, dan penanaman kerendahan hati. Sebaliknya, SBNR di dunia Barat didorong untuk mencoba-coba praktik spiritual dengan cara yang sering kali santai dan kurang teliti atau reorganisasi prioritas. Sosiolog Robert Wuthnow menyatakan bahwa bentuk-bentuk mistisisme ini "dangkal dan tidak autentik". Kritikus lain mempermasalahkan legitimasi intelektual kesarjanaan SBNR. Ketika dikontraskan dengan teologi profesional atau akademis, filosofi spiritual dapat tampak tidak dipoles, terputus-putus, atau bersumber secara tidak konsisten.
Wong dan Vinsky menantang wacana SBNR yang menempatkan agama sebagai "institusional dan terstruktur" berbeda dengan spiritualitas sebagai "inklusif dan universal" (1346). Mereka berpendapat bahwa pemahaman ini membuat tidak terlihat konstruksi historis "spiritualitas", yang saat ini bertumpu pada penolakan. EuroChristianity untuk definisi dirinya sendiri. Menurut mereka, wacana Barat tentang "spiritualitas" sesuai tradisi spiritual pribumi dan tradisi "etnis" Timur, namun kelompok etnis rasial lebih cenderung diberi label "religius" daripada "spiritual" oleh praktisi SBNR kulit putih. Wong dan Vinsky menegaskan bahwa melalui proses-proses ini, penjajahan kolonial dilakukan melalui wacana SBNR.

Well, mungkin ada perbedaan penggunaan istilah Seeker yang kemudian umum digunakan Linda Mercadante (th 2014) dengan yang disebutkan para mistisi nara sumber tujuan pada yang kami lakukan dulu (pra th 2000) atau mungkin yang kita lakukan sekarang ... just only spitual wanderlust explorer ?

SPIRITUALITY ALSO FOR SECULAR PERSON OR JUST FOR RELIGIOUS PEOPLE ?

LINK VIDEO LAIN 

 welcome to the earth

TRUTH OR FAITH ... REALITY OR AUTHORITY ?


QUE SERA SERA, PANTHA REI .... SUCHNESS PHILOSOPHY


DRAKOR = ATTORNEY WOO EPISODE 5 SUBTITLE =
 
Drakor Extraordinary Attorney Woo ini unik & menarik bukan hanya bagi kami namun bahkan pemirsa intenasional.... ratingnya juga sangat tinggi (tertinggi malah) di Korea ... tema, script & akting oke plus lah.  Tentang pengacara autis yang memiliki daya tangkap intelektual hebat walau daya tanggap eksistensial lemah ... susah mau bilangnya. Ini kutipan dialog autentik episode 5 yang mengesankan kami antara Woo Young-Woo (Park Eun-Bin) dan Lee Junho (Kang Tae Oh)

ENG


00:26:49,624 --> --> 00:28:51,621
There used to be someone on my team who was a former detective. And he would always say, "The most honest part of the human body are the legs and then the hands."
The legs and then -the hands?
-Yes. Apparently, the further things are from the head, the more difficult it is to control completely.You can fake a facial expression, but it's hard to control shaky legs or sweaty palms.
And what else?
If someone is sitting down like they're ready to bolt out of the room or has their arms stuck to their body like this as if they're tied to the chair.Or if they keep stroking their thighs with their hands. He said those things could be signs of lying.
Geu-ra-mi told me to look between the eyebrows. The former detective said the legs and hands are the most important..Ultimately, do I have to look at the entire body? This is quite difficult.
Why don't you just have a casual conversation? Trust your instincts.
My instincts suck. People with autism are easily fooled and are not able to lie. If there was a competition to be fooled, a person with autism would win.
Why is that? Is it because people with autism are innocent?
Well…It's more like people live in a world that is made up of me and you  but people with autism are more used to living in a world made up of only me. People can think differently from me or have different intentions and trick me. I understand this with my head, but I keep forgetting. I have to make a conscious effort at all times to not be fooled by lies.
These stories help.
They do?
Yes. They help me understand you.

00:26:49,624 --> --> 00:28:51,621
Dahulu, ada mantan detektif di tim litigasi. Dia selalu berkata, "Bagian paling jujur dari tubuh manusia adalah kaki, lalu tangan."

Kaki, lalu - tangan?
- Benar.Semakin jauh dari kepala, semakin sulit mengontrol sepenuhnya.Ekspresi wajah bisa dipalsukan, tetapi sulit mengontrol kaki yang gemetar atau telapak tangan berkeringat.
Apa lagi, ya?
Benar, duduk seperti bersiap untuk kabur,atau lengan menempel di tubuh serasa diikat ke kursi. Juga, terus menggosok paha dengan tangan.Dia bilang hal-hal itutanda orang tersebut berbohong.

Geu-ra-mi menyuruhku melihat di antara alis,tetapi mantan detektif bilang kaki dan tangan adalah hal yang paling penting. Pada akhirnya, kita harus melihat seluruh bagian tubuh. Sulit sekali.
Mengapa tidak mencoba mengobrol seperti biasa? Percayai instingmu.
Instingku payah. Orang autis terkenal mudah ditipu dan tidak bisa berbohong.Jika ada kompetisi untuk dibodohi,orang autis akan menang.
Mengapa begitu?Apakah karena penyandang autisme polos?
Itu…Itu lebih seperti…orang-orang hidup di dunia yang tercipta dari "aku dan kau,"tetapi orang autis terbiasa hidup di dunia yang hanya tercipta untuk dirinya.Orang dapat berpikir berbeda daripadaku,atau bisa menipuku dengan niat lain. Aku memahaminya di kepalaku,tetapi terus lupa akan hal itu.Aku harus terus melakukan upaya sadar agar tidak tertipu oleh kebohongan.
Cerita-cerita ini membantu.
Benarkah?
Ya.Cerita-cerita ini membantuku memahamimu.


00:59:52,355 --> 01:01:38,753
Attorney Woo?
So, ultimately, I helped Ihwa ATM take advantage of the law.
Excuse me?
Applying for model utility rights, and filing for the injunction were all lies to monopolize the contracts. 
And instead of stopping them, I helped. And what's worse is… I think I already knew that.
When we visited Ihwa ATM, did you think Director Hwang and Manager Bae were speaking the truth?
Well… -I…
-There's no way you did.Try to remember what Mr. Bae was like at the time. Sitting down with his legs looking like they're ready to bolt out of the room, his arms stuck to his body as if he was tied to the chair, repeatedly stroking his thighs with his hands, and even rubbing the tip of his nose. He was a lie in and of itself.
Right.
In the end, I fooled myself, pretending not to know the truth when I did. Because I wanted to win.
Right.
I'm ashamed.

00:59:52,975 --> 00:59:54,017
Pengacara Woo?
Pada akhirnya,aku membantu ATM Ihwa memanfaatkan hukum.
Apa?
Hak utilitas model dan disposisi aplikasi sementara. Semua adalah kebohongan untuk memonopoli kontrak.
Bukannya menghentikan, aku malah membantu mereka. Lebih parahnya lagi… sepertinya aku sudah mengetahui tentang hal ini.
Saat mengunjungi ATM Ihwa, apa menurutmu Pak Hwang dan Pak Bae mengatakan kebenaran?
Itu…- Menurutku…
- Tidak mungkin. Ingatlah tingkah Pak Bae saat itu. 
Duduk seperti bersiap untuk kabur, lengan menempel di tubuh serasa diikat ke kursi, menggosok paha dengan tangan, sampai menggaruk ujung hidung.  
Dia berbohong.
Benar.
Pada akhirnya, aku membodohi diriku dan berpura-pura tak tahu yang sebenarnya. Aku menipu diriku. Karena ingin menang.
Benar.
Aku malu.


01:02:14,663 --> 01:03:27,069
ATTORNEY WOO YOUNG-WOO
PLEASE READ THIS, ATTORNEY WOO
WHY ARE YOU DISREGARDING THE TRUTH?
DO YOU WANT TO BE A COMPETENT ATTORNEY WHO ONLY WINS IN COURT?
OR DO YOU WANT TO BE AN HONORABLE ATTORNEY WHO REVEALS THE TRUTH?

01:02:14,663 --> 01:03:27,069
PENGACARA WOO YOUNG-WOO
TOLONG BACA INI, PENGACARA WOO
MENGAPA KAU MENUTUP MATA?
APA KAU INGIN JADI PENGACARA KOMPETEN YANG HANYA MENANG DI PENGADILAN,
ATAU PENGACARA TERHORMAT YANG MENGUNGKAP KEBENARAN?

Well  .... lanjut ?


Well, demi kebaikan progress penempuhan spiritualitas kita semua .... bacalah saja dengan tenang dengan tetap terbuka dan sekaligus terjaga (tidak menyela seperti biasanya) tanpa harus segera menerima atau menolak idea yang diajukan ... tetaplah bungkam (tanpa mencela sebagaimana harusnya) walau menyetujuinya atau tidak mempercayainya dan biarkan kebenaran nyata yang selalu menjadi acuan kita walau itu sama sekali berbeda dengan keyakinan kita semula (termasuk dan terutama pandangan yang kami ajukan ini).  
Sejujurnya kami tidak ingin menjadikan ini sebagai belenggu bagi anda dan juga saya sebenar apapun itu nantinya (bisa menghalangi aktualisasi karena bisa jadi karena di sini merasa telah memiliki peta penempuhan kita sudah merasa sudah tiba di sana bahkan merasa berhak untuk melagakkan diri asal klaim identifikasi & standar ganda pembenaran 'kualitas' walau sebenarnya tiada kelayakan autentik pada saat ini dan bahkan merasa tiada perlu untuk pelayakan holistik selanjunya bahkan bukan hanya kefasikan internal namun juga kezaliman eksternal ... wah, payah & parah) apalagi jika ini tidak murni benar dan tepat sebagaimana nyatanya (dampak karmik dari effek kosmik kebodohan internal dan juga pembodohan eksternal yang harus ditanggung ... hehehe, no way .... waspadalah untuk tidak segera percaya menerima ini sebagai keyakinan tanpa pembuktian kepastiannya karena sebagai seeker itu akan lebih baik bagi kita semua tampaknya ).
Dengan tanpa maksud mencitrakan kerendahan hati (semu?) karena adalah kejujuran diri (asli!) bahwa paradigma yang kami ajukan ini ( tepatnya mungkin bukan kami tetapi saya pribadi sendiri saja ) murni pengetahuan imaginasi filosofis inferential belaka bukan pengalaman  realisasi realistis experential  ... semoga tiada dusta & duka di antara kita. Jadi, saya lebih suka jika para seeker walau memang tetap perlu tebuka untuk dewasa tanpa tercela mencela (menjaga diri dari noda asava internal batiniah, bro) namun juga senantiasa terjaga jika menggunakan wawasan, pedoman dan panduan di dalamnya ... karena bisa jadi ada yang kurang tepat, masih salah bahkan tidak benar di dalamnya ( kurang pede, ya ? ... No, sebenarnya ini adalah sinkronisasi slogan seeker : no fact, no truth, no faith ... jika tanpa fakta kenyataan maka tiada kebenaran di dalamnya sehingga tak perlu keyakinan padanya .... ini berlaku bukan hanya untuk kearifan adaptif pandangan eksternal namun juga terutama untuk revisi korektif wawasan internal diri agar senantiasa bangkit tumbuh berkembang tanpa batas mengarah, mencapai dan melampaui aneka layer asymptot ke tidak- terhinggaan ... tetap selaras walau belum/tidak mungkin sempurna).  
Sungguh, bahkan untuk semua masukan postingan termasuk pandangan pribadi tidak ada niatan sama sekali dari kami selain untuk sekedar berbagi ... segala keputusan untuk menggunakan, mengabaikan dan menolak sebagian/sepenuhnya adalah  hak dan  sekaligus dampak tanggung jawab kita masing-masing…. Sekedar membabar idea yang murni tanpa niatan pembentukan opini yang lihai. Dalam filsafat metode ini disebut (semoga tidak salah) ’majeutike’ yang digunakan Socrates bagaikan seorang bidan dalam memicu dan memacu seseorang untuk melahirkan kebenaran paradigma pandangannya sendiri … ini adalah thesis pandangan dalam Triade Dialektika Hegel untuk antithesis pandangan anda sebelumnya bagi synthesis kebijaksanaan baru anda nantinya yang akan menumbuh-kembangkan gestalt keterpaduan wawasan dalam menempuh pemberdayaan untuk tataran kelayakan pencapaian berikutnya. Setiap orang berhak untuk tumbuh berkembang secara alamiah dan ilmiah dalam keberadaan awalnya dulu tanpa perlu dipaksa dengan formula yang walau benar namun kurang tepat demi keberlanjutannya. Kebijakan perlu kebajikan demikian pula sebaliknya. Levelling lebih diutamakan daripada sekedar labelling.... walau memang harus diakui akan lebih kondusif dan reseptif jika berada dalam environment komunitas yang tepat.


Konsideran Dilemmatik : HUJJAH MULIA UNTUK KEMBALI BUNGKAM,  SEEKER ? bungkam itu aman & nyaman
Tampaknya selama ini kami hanya berputar-putar saja …Walau sesungguhnya memang sungkan karena masih rendahnya kenyataan autentik dalam level spiritual dan memang riskan karena tetap perlu keberadaan harmonis dalam label eksistensial , namun tampaknya  pandangan esoteric yang tersembunyi (disembunyikan?) di kedalaman ini memang seharusnya muncul  ke permukaan demi kebijakan pengertian & kebajikan penempuhan untuk mempermudah pencerahan selanjutnya.
Hidup adalah pilihan. Sebagai seeker kami memang  memilih  pandangan panentheistic ini untuk menjaga arah pandangan yang relative lebih benar, bijak & bajik dalam keseluruhan untuk senantiasa true, humble & responsible selaras dengan realitas kenyataan yang terjadi.
Segalanya (aneka keberadaan laten deitas dsb) tampaknya memang berawal dari Sentra KeIlahian Satu yang sama (Impersonal Transenden God?) dan berada dalam mandala DeitasNya kemudian secara ideal laten Deitas seharusnya akan kembali kepadaNya … namun dikarenakan orientasi berpandangan, berpribadi & berprilaku serta realisasi penempuhan, pencapaian & pencerahannya akan mencapai level yang berbeda walau dalam area mandala deitas keIlahian yang sama . Kami mengutarakan ini dengan tanpa maksud sama sekali untuk membela yang satu apalagi harus mencela lainnya namun ini agar kita memang harus tetap swadika untuk bijaksana menerima keniscayaan atas kesedemikian konsekuensi logis & ethis yang secara kosmik berlaku.  Well, harmoni dimensi memang perlu dilakukan dalam peran semesta ini demi kebersamaan namun evolusi pribadi tampaknya memang tetap harus dilakukan secara mandiri dalam kesendirian sebagaimana harusnya (aktualisasi impersonal > transaksi personal > defisiensi individual)

1. bungkam karena : kerepotan eksternal atau keribetan internal (dalih excusitis kenyaman penghindaran ?)
kutipan : Corona 5 
SEEKER PROJECT FOREVER (gnosis wisdom exodus) 
masih ribet & repot .... banyak beban tugas dari peran eksistensial diri yang perlu pemantasan & ketuntasan. Rehat . 
CORONA  5 
Tampaknya saat ini situasi kondisi sudah mulai cukup kondusif ... virus sudah adaptif & imun vaksinasi - iman resistensi sudah kembali effektif ?  Dunia sudah tidak lagi galau dan mulai normal lagi berputar .... antara sakau mengumbar keakuan/kemauan dan mulai kacau menebar kebencian/ kerusakan seperti biasanya ? (konflik luar /dalam negeri sudah mulai lagi ... jika tidak pekok & heboh (kasar ? ganti saja : sakau dan kacau ... terserahlah) hidup memang tampak terasa tidak 'hidup',ya... ?  Hehehe. 
Tetaplah waspada untuk tetap terjaga, ah ... agar bisa menjaga & berjaga .... intinya jangan lengah terpedaya senantiasa memberdaya ... bersamaan dengan proses berjalannya waktu tanpa dapat dicegah kita semakin tua melapuk (walau tidak berarti mencapai kedewasaan psikologis apalagi pencerahan spiritual) ... tanpa covid kita masih tetap bisa sakit. bahkan tanpa sakit kita bisa saja mati (konsekuensi dualitas kehidupan) plus kelanjutannya juga, lho ... karena sebagaimana kita saat ini yang secara akumulatif terniscayakan faktor karmik/kosmik lampau diri kita dulunya demikian juga nanti ... well, setiap diri pada hakekatnya sedang melayakkan dampak effek akumulatif dirinya secara karmik/kosmik demi saat nanti melalui tindakan batiniah/zahiriah dirinya sendiri sebelumnya. So, perhatikan sikap batin & tindakan (mental, verbal & aktual) kita di setiap kekinian dimanapun dalam sikon & peran apapun juga. 
Jadi inget Sang Ariya Buddha Gautama & Bhante Moggalana yang walau telah mencapai Nibbana sekalipun tetap harus menanggung beban karmik dosa/ kesalahan dari kehidupan samsarik lampaunya (apalagi kita yang nota bene belum mencapai layer evolusi pribadi lokuttara masih di bawah level brahmanda bahkan tersekap dalam peran label kamavacara). Bagaikan bayang-bayang yang mengikuti keberadaan diri demikianlah dampak karmik/ effek kosmik kebodohan, kesalahan & keburukan berpandangan, berpribadi dan berprilaku akan menyertai perjalanan kehidupan keabadian kita ... cepat atau lambat (dalam peran dagelan nama rupa saat ini atau setelah ini ataupun pada saatnya nanti ) apa yang dituai  niscaya akan kita petik juga buahnya. Well,demi keutamaan untuk menjaga keperwiraan, keterjagaan dan kewaspadaan yang lebih dewasa (utama, benar & nyata) tetaplah reseptif & antisipatif untuk menjadi autentik & holistik dalam kesedemikianan tertib kosmik keseluruhan ini ... nafikan sementara walaupun mungkin memang senantiasa tetap ada kemungkinan ahosi karma , fasilitasi pengampunan / pelimpahan lainnya yang bisa saja terjadi (aktualitatif > identifikatif > eksploitatif). Dengan demikian Evolusi pribadi , Harmoni dimensi & Sinergi Valensi tetap berjalan selaras dan terniscayakan kelayakannya secara murni sebagaimana harusnya secara eksistensial, universal & transendental. Keutamaan > Kebenaran > Kenyataan ... ada bonus nilai plus untuk meningkatkan/melampaui kualitas kelayakan yang lebih baik yang juga mencegah keterpedayaan yang menjatuhkan (optimis kepercayaan diri  atau opurtunis pengharapan lainnya ?) dan faktisitas pembatasan (dinamika konfiguratif keberuntungan eksistensial atau kemalangan universal ) yang mungkin juga akan terjadi. DST
LANJUT NANTI SAJA ... PC utama hang, tinggal NB tua untuk tugas lainnya. 
AKHIRNYA SUDAH BISA LAGI ... Kecapekan kali ... kirain sudah almarhum VGA atau memorynya. 



2. bungkam karena : kesungkanan & keriskanan (sensitivitas & stabilitas yang sudah ada )

Sesungguhnya  tiada maksud sedikitpun dari kami untuk bersengaja berputar-putar selama ini. Sudah coba kami lakukan berkali-kali posting (puluhan bahkan lebih di seluruh blog kami, antara lain : just for seeker, limbah hikmah, dll) untuk memformulasikan paradigma kesedemikianan ini secara sistematis dan terstruktur sebagaimana yang kami harapkan ... walau kami tahu sesungguhnya ini sangat sungkan dan riskan untuk mengutarakannya. Kami sungkan karena kami harus tahu diri akan level kelayakan pribadi kami sendiri dan sungkan karena ini bukan hanya akan memposisikan diri kami tersudutkan bukan hanya sebagai public enemy namun bisa jadi cosmic enemy dikarenakan akan tampak sebagai kontroversi pandangan yang memyimpang dan bisa jadi dianggap membahayakan ? link AM 
Semula kami coba memberanikan diri hanya sekedar share dalam judul Suceng Selon Seeker ... namun ternyata seperti biasa macet dalam menuliskan aliran pemikiran tersebut ... padahal biasanya jika dalam kondisi bebas bisa lepas spontan leluasa mengalir. Mungkin ini - meminjam istilah teori quantum learning - dikarenakan otak kita pada dasarnya adalah prosesor visual ketimbang verbal yang susah mengutarakan keseluruhan yang utuh secara linear ? Jadi biarkan saja kami gunakan posting ini untuk membuka keran idea denga menuliskan apa saja yang mampu kami ungkapkan untuk kemudian kami edit untuk yang patut di-share saja. Tak usah dibaca karena fikiran kera (istilah meditator) ini akan melompat-lompat ...
Suceng ? suceng maksudnya jujur apa adanya.... tidak masalah menang atau kalah yang penting benar dan tidak salah . (Fair Play) link FB
Suceng sesungguhnya istilah para penjudi (ketahuan mantan petaruh tetapi kalahan, lho... kami memang bukan orang baik-baik dalam artian hidup bersih, saleh dan lurus sejak dulu ... sekarang ? semoga tidak ulangi lagu lama, ah ... sudah tua. Ibarat pohon kayu sudah gapuk melapuk menunggu maut) Jadi ingat nostalgia tempo doeloe ketika masih pekok dan heboh ... mbambung kabur kanginan (istilah jawa : keluyuran tanpa jelas arah tujuan) hingga suatu saat kami menanyakan pada diri sendiri tentang apa arti hidup ini ,mengapa kehidupan yang tidak pasti seperti ini harus kami jalani dan bagaimana harusnya kami mengamati, mengalami dan mengatasi grand desain sistem kosmik ini. Itu adalah titik balik diri untuk kembali wajar sebagaimana kebanyakan orang dan juga bahkan untuk menjadi sadar sebagai seorang seeker tentang hakekat permainan kehidupan ini. Paska reformasi 1998, dalam kewajaran beragama keluarga (sebagai muslim) kami juga menjelajah ke berbagai tempat untuk belajar agama dan norma kosmik lainnya (Kristen, Buddhisme, Mystics, etc).  Kami ingat setelah bersama seorang teman Buddhist ikut diklat manggala dharma di Vihara Mendut akhirnya kami pergi ke Jakarta ke Vihara Dhamma Cakka untuk belajar Abhidhamma kepada (mendiang) Bapak Pandit J Kaharuddin (namun gagal ... walau sudah berpapasan sebetulnya ... seorang mahasiswa STAB memberi kami buku Mahasatipatthana saat itu ... tanpa tahu arti pentingnya saaat itu ; disamping itu kami juga ke Radha Soami satsang beas memperoleh referensi mystics dari tokoh pengurusnya dan Anand Khrisna Ashram meditasi katarsiS osho therapy stress managemen dan bertemu seorang penempuh lainnya.  Well, pengalaman berkesan sebagai seeker ... sebelum kami akhirnya memutuskan untuk kembali wajar membumi hingga saat ini. 
Selon ? selon juga istilah para penjudi artinya puputan, habis-habisan ... nekat mempertaruhkan segala yang dimilikinya di meja taruhan 
Seeker ? istilah umum untuk pencari kebenaran (sebatas referensi seperti kami truth seeker namun belum menempuh/menembus realisasi True Seeker .padaparama ?)

3 Pertanyaan Mendasar = JUST SAY REKAP   (pertanyaan eksistensial diri seeker ?)
1. WHAT = apa arti hidup ini ,
2. WHY = mengapa kehidupan yang tidak pasti seperti ini harus kami jalani dan 
3. HOW = bagaimana harusnya kami mengamati, mengalami dan mengatasi grand desain sistem kosmik ini. 
Itu adalah titik balik diri untuk kembali wajar sebagaimana kebanyakan orang dan juga bahkan untuk menjadi sadar sebagai seorang seeker tentang hakekat permainan kehidupan ini. Susah juga mengutarakan ini 

Langsung saja, kelamaan ...
apa itu monkey mind awalnya tadi ? pengakuan dosa atau pengemasan kerendahan hati ? mengagungkan ketinggian diri memang akan jelas tampak sebagai kesombongan yang tersurat namun menunjukan kerendahan hati itu terasa seperti pengalihan diri dan bahkan pembanggaan diri yang tersirat ?
Walau tanpa energi (kemarahan seperti biasanya ?) dengan kesadaran niatan untuk sekedar menuntaskan janji untuk berbagi walau tanpa pemantasan kemasan normatif religius spiritual yang sebagaimana harusnya ... kami ungkapkan hipotesis paradigma ini. Bisa jadi ini akan menjadi gelombang liar pengertian yang akan memporak-porandakan kemapanan lautan yang tenang ... hening dalam kesemuan, mapan dalam ketidak-mengertian bahkan kokoh dengan bangunan kepalsuannya. Saatnya kita memahami Grand Design permainan keabadian ... dagelan nama rupa di seluruh mandala ini hingga kita mampu beraktualisasi secara holistik, harmonis dan sinergik dengan tanpa perlu mengalienasi diri (Mystic pantheistic or paradigma sudhavasa ? ) apalagi saling mengeksploitasi  (atta & loka dipatheyya). Being true, humble & responsible adalah keniscayaan yang seharusnya sadar dilakukan karena kaidah kosmik yang transenden impersonal tidak naif butuh pengakuan, liar rakus perhatian dan tetap suci dalam kearifanNya atas liarnya kebebasan yang dibiarkan tersebut akan memaksakan segalanya yang terlingkup dalam script skenario drama dalam dharma ini, Sadarilah sesungguhnya kita senantiasa  berhadapan dan berada dalam Dia yang jeli, suci dan adil demi ketertiban kosmik mandalaNya. Kita tidak mungkin mampu berdusta, mengagungkan diri apalagi lari dari tanggung jawab karena segalanya tergurat jelas di antahkarana jiwa dan impersonaly/ automatically akan keterniscayakan proses kelanjutannya sesuai dengan avijja kebebasan yang diberikanNya ( juga termasuk untuk KeIlahian Impersonal Transenden Lokuttara > Keilahian Transpersonal Brahmanda > KeIlahian Personal Kamavaca ?).     

BAHASAN =  kerusuhan REFORMASI 1998 
menjarah,  etc ? kebiadaban bangsa (yang menganggap/mengharap diri) beradab ? Haruskah demi transisi sejarah manusia (reformasi, revolusi, suksesi kepemimpinan etc) perlu mengorbankan sisi kemanusiaan kita. Niat (buruk/ busuk) bisa tersirat dirasionalisasikan pembenarannya namun cara tetaplah yang menentukan karakteristik personalitas diri kita sebenarnya . Para satrio piningit ... seluruh warga bangsa (apapun agama, ras suku anda) ... jadilah pemimpin yang bisa ngemong (menjaga kebersamaan) bukan hanya pemimpi yang asal ngomong (menghasut perselisihan). Siapapun orangnya terserah yang penting caranya nggenah & membawa berkah.  
Keberadaan sebagai manusia adalah amanah yang susah dicapai (bagaikan peluang kura-kura buta, Buddhist?)  bukanlah sekedar anugerah istimewa yang diberikan agar kita merasa bebas seenaknya untuk berhak menggunakannya untuk membuat musibah (bukan kepada diri sendiri saja yang sudah pasti namun akan berlipat ekstra jika ditujukan pada lainnya ... ingat mandala ini homeostatis yang interconnected dalam equilibirium ... kita tidak akan pernah mungkin bisa menyakiti yang lain tanpa melukai diri kita sendiri - Kaidah kosmik tentang Kasih ). Bagaimana mungkin kita merasa patut akan dapatkan surga kelak jika kita senantiasa membuat neraka (kebencian, kejahilan & kerakusan) kepada diri sendiri dan menyebarkan neraka (kerakusan, kekejaman & kebejatan) kepada lainnya.  Di dimensi terburuk mandala ini (bahkan niraya lokantarika sekalipun) jiwa ini walau tetap terpaksa diterima demi keseluruhan namun  tidak akan dirindukan/ diharapkan keberadaannya apalagi di dimensi yang lebih mulia (surga / termasuk : eteris & duniawi juga, lho/ - selain surga nikmat astral perolehan kebaikan , surga hikmat mental triloka keahlian penciptaan ; bahkan kembali ke dimensi ilahiah samsarik jhana 1 sd 3 abhasara etc , mantap seimbang di jhana 4 atau terlelap di anenja brahma, swadika di suddhavasa (tanpa delusi lobha, dosa dalam keEsaan ) bahkan lokuttara nibbana (tanpa juga moha "diri' - 'alam' - 'inti"). 
LINK : MUSTARIH VS MUSTAROH
Well, walau secara pribadi kami memandang setiap level, layer dan label keberadaan (baik nista atau mulia) tetap setara dan mutlak ada dalam desain holistik keseluruhan ini ... namun layakkan diri untuk senantiasa selaras dalam kaidah kosmik Dharma  (Dharma kebenaran yang tersirat dari Dhamma kenyataan yang tersurat ) walau karena Avijja kita seakan bebas menyimpang juga dengan konsekuensi dampak karmik pada setiap effek kosmik secara internal dan eksternal.  Keberadaan manusia adalah keberadaan mediocre (sebagaimana juga chaurasi keberadaan lainnya kita kelak .. 84 juta jenis keberadaan di alam semesta alamiah / layer mandala ilahiah ini, yogin ? termasuk petta asura/yakha di barzah eteris karena kelekatan eksistensi , pengharapan & penganggapan tanpa peniscayaan kelayakan ke dimensi yang lebih murni, hewan karena standar kebuasan/ kebodohan kita dominan untuk melayakkan ke level ini , 'Laundry' niraya karena parahnya antahkarana batin 'setan' kita (internal bukan eksternal, lho .... moha, lobha & dosa - kepekokan/kehebohan , kecanduan/ kerakusan , kebencian / kekejaman ... asava MLD keakuan/ kemauan kita sendiri itulah 'konsep' setan sesungguhnya), dst. Kami tidak menafikan adanya pelabelan umum 'figur' kosmik tertentu sebagai "setan" (?) seperti para petta , asura , mara dsb.  Tiada maksud sedikitpun dari kami untuk membela pandangan kami atau mencela anggapan tersebut namun bisakah kita melihat segala sesuatu dalam perspektif yang lebih luas dan arif akan desain kosmik yang ada ... ada sejumlah petta yang tampak mengerikan karena ketidak -beruntungan dalam proses kematiannya (kecelakaan, penyakit etc) , tidak semua yang terjatuh (asura) atau hanya mampu mencapai level rendah (yakha) bahkan yang harus menanggung beban kecenderungan sebagai hewan ataupun membersihkan noda batin di niraya . Hargai keberadaan segalanya yang saat ini menjalani beban peran yang ditanggungnya (reaktif atau responsif untuk pelayakan berikutnya ?). 
Hati-hatilah bisa jadi yang kita cela adalah yang kita puja adanya atau bahkan berempatilah karena mungkin bisa jadi itulah justru diri kita sendiri nantinya. Dalam desain kosmik yang dinamis dalam proses evolusinya ini sesungguhnya tidak perlu mencela atau membela apapun juga .... karena setiap dari yang ada sesungguhnya adalah bagian dari keseluruhan yang sama.  Sebagaimana bola yang kita lempar ke dinding akan kembali terpantul ke kita demikianlah segala pandangan / tindakan akan berbalik kepada empunya. Intinya : pring podo pring ... ojo daksiyo marang sasomo (segalanya hakekatnya beresensi sama asalnya .. walau beda buihnya namun tetaplah air di lautan yang sama adanya. Tak perlu merendahkan lainnya. Ojo dumeh ?). Dalam kesedemikian ini bukan karena penganggapan / pengharapan namun keselarasan peniscayaan yang senantiasa terjadi akhirnya. 
   
Link data : 
promo neraka

          Link video : 


DRAKOR
Drakor Bulgasal Sub Indo by movie
Sekilas kami melihat walau unik dan menarik agak absurd juga plot ceritanya (transmigrasi beban karmik antahkarana arus kesadaran jiwa pribadi lain ?) link .
Namun demikian sebagaimana biasa selalu ada hikmah yang bisa kita ambil dari limbah apapun juga di mana saja selain ketersentuhan hati untuk menyerap idea yang lebih dalam (absorpsi intuitif untuk reversed inferensi disamping referensi intelek minus realisasi insight.... maklum padaparama, nih) ataupun sekedar penghiburan romantisme identifikatif semata (hehehe ... sati untuk indria samvara kami akui memang payah ... sila visuddhata & dana paramitta ? masih parah juga. citta & panna bhavana apalagi ...  zero,bro. Ritual formal puja & etika saja masih kacau balau ... HOPELESS & HELPLESS ? ) 
Samsara ini memang menyusahkan dan sering menyesatkan .... tetapi mengasyikan juga, ya ... hehehe. (Guyon ... semoga bersama figur lainnya tetap ndagel secara patut tidak mbacut mbadut )
BAHASAN = Drama & Darma ?
Kami tidak tahu kenapa kami memulai dengan drama ini pada mulanya (Drakor lagi ... payah & parah, deh ?) Namun kemudian kami menyadari ini adalah cara kami mencari celah untuk masuk tanpa harus vulgar menggurui lainnya (prinsip majeutike, Socrates ?) ... Sial, bukan hanya membingungkan lainnya namun juga mengacaukan plotting pembahasan yang seharusnya langsung mengarah saja ke pokok permasalahan ... directly & deductive ? (aksiomatis & dogmatis ... wah, nggak asyik, nih ) ... Niat & cara tidak sinkron (walau lebih cepat & mudah ... hehehe, jadi inget jurus lempar handuk kasih kunci LKS, cegat kisi-kisi sebelum PTS/ PAS ... kalau masih gagal KKM ? jurus statistik Excel untuk  menyesuaikan target minimal yang didapat di Vlook-up dan nilai ideal yang optimal terkemas dalam riasan indah , megah & ilmiah sesuai yang ditetapkan ... walau diakui kelihaian bukan kemurnian ini memang agak curang , kepakaran gaya /nguntul, ngentul, ngentel / dan kecakapan daya akademisi ternyata cukup "berguna" juga dalam kebersamaan ini, Pascal  : society is hypocricy 
BAHASAN =  TENTANG DRAMA DHARMA 
kehidupan ini drama kita semua (sesungguhnya walau lebih nyata namun tidak hanya pekok tetapi juga sangat heboh melebihi K-drama ... jika mulai baper , saran kami lihat shooting behind scene nya ... pemeran yang berkonflik ternyata malah akrab dan cengengesan satu sama lain ... genius berinteraksi akrab dalam kebersamaannya walau memang serius berkolaborasi dalam pemeranannya sesuai script writing skenario yang ditetapkan ... seperti politisi ? nggak /mau/ tahu ! ). 
Walau mungkin dalam ketidak-mengertian, ketidak-perdulian dan ketidak-berdayaan tetaplah meniscayakan kita saat ini menuju kelayakan kita saat nanti (akumulasi karmik peniscayaan dhatu atas  selama proses  kehidupan abadi jiwa ini dsb).
Ovada patimokha di bulan Magha + apamadena sampadetha ? Apa ini ... ? Oh, ini tips terakhir di Epilog setelah Prolog teaser & monolog bahasan harusnya.

 LIMBAH HIKMAH DRAKOR BULGASAL
Bulgasal :E. 02 00:11:55 --> --> 00:12:27
 Wejangan Dan Geuk kepada anak angkatnya Dan Hwal 
00:11:55 --> --> 00:12:27
You are not a Monster.
You were born a human and lived as human
You have the heart of a human.
So live as one 

00:02:32 --> --> 00:02:59
Kau bukan Monster.
Kau terlahir dan tinggal sebagai manusia.
Kau punya hati manusia.
Jadi hiduplah manusiawi sebagai manusia
di setiap mandala keberadaan yang ada kesadaran evolusi pribadi tetap dilakukan namun kewajaran harmoni dimensi juga harus diusahakan dan juga sinergi valensi. Di setiap layer keberadaan (dari lokuttara hingga lokantarika sekalipun) ada level yang harus diberdayakan, ada label yang harus dibersamakan untuk bisa menerima, mengasihi dan melampaui.
Seperti air yang sama di samudera demikianlah kita ...  walau tetap setara di kedalaman awalnya namun tampak  sebagai buih yang berbeda di permukaan kita memang tampak beda. Equal but Respect ... kesetaraan dalam penghargaan dalam keseluruhan sesuai dengan peran yang dimainkan. ingat salam namaste. 
karena kita semua sesungguhnya menghadapi ketak-terhinggaan holistik dinamis yang berlevel tanpa batas bukan sekedar keterbatasan neurotik stagnan yang hanya dilabelkan kesempurnaan 

Bulgasal E 14 00:43:31,388 --> 00:43:34,349

rasionalisasi pembenaran kepentingan Ok Ul Tae provokasi Kwon (ironis ?)
Sometimes, those who aren't human reincarnate as one.        
Adakalanya makhluk yang bukan manusia, terlahir menjadi manusia.
( dalih pembenaran dengan dalil kebenaran ?)
Adalah kebodohan untuk membodohi diri sendiri apalagi diperluas dengan membodohi lainnya (dosa ~ amal jariyah ) . 
Penyesatan sebagaimana pencerahan bisa saja (perlu ?) ada namun celakalah yang melakukannya (Kel 20 :7?) ... karena walau ada pembiaran kebebasan namun setiap effek kosmik (mentally, verbally & actually) akan berakibatkan dampak karmik bagi pelakunya .Segalanya terjadi sebagai peniscayaan .... Diperlukan keberdayaan autentik holistik pelayakan tidak sekedar kepercayaan penganggapan dan pengharapan belaka.
Jangan meng-kambing hitamkan (konsep/figur) setan untuk segala kebodohan, ketamakan dan keganasan kita. Tanpa godaan setan eksternal sekalipun, internally kita sudah cukup parah dan payah melakukan kesalahan, keburukan dan kekejaman apapun juga.   
Jangan memperdayakan (konsep/figur) Tuhan. Sesungguhnya Dia tidak sama pekok dan hebohnya sebagaimana kita yang masih naif dengan pembanggaan diri, liar dengan pengumbaran nafsu dan ganas untuk menghancurkan  sesamanya ( guardian personal kamavacara "Tuhan" lainnya ?)
Sungguh seluruh mandala semesta ini tersedia cukup bagi semuanya namun tidak akan pernah cukup untuk memuaskan kesombongan, keserakahan dan kedurjanaan seorang manusia sekalipun.

BAHASAN =  stigma kadrun ? Triade Manuver Target = mencari celah - menjadikan tercela - membuatnya celaka  
Link video : 
KRITIK RELIGI
 
Bhante Pannavarro : Jangan membuat stigma 
https://www.youtube.com/watch?v=dftKwUoJHZ8&list=PLZZa2J4-qv-ZLGcgdRBKNg5HaIsp9DJ5G&index=8&t=29m8ssetiap jiwa walau tampak beda namun sama & setara dihadapanNya ( ariya atau asura, hewan atau manusia, dewata atau petta etc  ?) 

Ini guyonan ? bukan ... kami harus tanggap & empati atas misunderstanding (blunder & manuver ... benar saja masih dicari celah salahnya , apalagi kalau bisa salah & disalahkan ... berbahagia di atas derita orang lain ?; merasa mulia dengan menista lainnya ? NO WAY.
Ada 3 humor versi Osho : laughter (tertawa ).... link artikel Osho mana ? 
satu, black humour (dengan cara mentertawakan orang lain kita merasa bahagia ? batin yang sakit ... namun sadarkah kita bahwa kita senantiasa merasa wajar untuk melakukannya setiap saat ... kita adalah badut yang merasa nyaman dan bahkan senang jika badut lain ditertawakan/ direndahkan karena dengannya kita merasa masih/ tetap / makin mulia daripadanya ... Schaden Freude : senang lihat orang lain susah, susah lihat orang lain senang ? See : Brahma Vihara di bawah.
dua, self humour mentertawakan kekonyolan diri sendiri ... cukup sehat 
tiga, cosmic humour mentertawakan permainan kosmik / 3 laughing monk = 3 serangkai rahib tertawa/... dianggap guyonan tertinggi ? (sadar namun tidak wajar malah terkesan kurang ajar ?) 
BAHASAN =  Brahma Vihara ?   
Brahma Vihara ... Singkatnya Brahma artinya Tuhan, Vihara artinya rumah / kediaman. Jadi Brahma Vihara secara harfiah artinya menjadikan diri (konteks Panentheistic X pantheistics = spiritualitas batiniah bukan eksistensialitas zahiriah) anda sebagai 'rumah Tuhan'. Ini bukan berarti anda menganggap (mengidentifikasikan / mengilahkan) diri atau bahkan berharap (dideifikasikan/ diilahkan) lainnya sebagai Tuhan. Namun kaidah appamana Brahma Vihara ini adalah mengaktualisasikan diri agar anda layak menjadikan diri anda murni untuk memantulkan (bukan memancarkan ) bagi kuasa , kasih & ilmu Tuhan secara utuh ... bagaikan rembulan yang memantulkan cahaya mentari. (paradigma humble universal : meng-Esa tanpa meng-aku sebelum nanti paradigma true transendental : kiriya anatta ... meniada walau ada ... tentu saja setelah paradigma responsible existensial : genah nanging ngelumrah ... aktualisasi murni kesadaran di kedalaman dengan kewajaran ke permukaan ... menghindari keburukan agar tetap murni mukhlish tidak terjatuh apalagi jika sampai muflish bangkrut dijatuhkan karena keburukan meluas tidak hanya internal namun external juga, menjalani kebaikan untuk meningkat/ berkembang dan selaras akan keniscayaannya ... tanpa benalu pengharapan (pamrih, pahala bahkan parami ?) juga jerat penganggapan (istilah sufismenya : lillah billah dan fillah /untuk, dengan & dalam Tuhan/?... menjalani kebaikan semata demi kebaikan itu sendiri ... karena memang demikianlah keselarasan itu dilaksanakan ... susah, ya ...
Nanti saja kita bahas lagi paska Monolog pada epilog Ovada patimokkha ). 

Tentang Sakshin =
abhidhamma (filsafat psikologi metafisik ilmu jiwa tanpa jiwa ?) & mahasatipatthana (panduan taktis sakshin )
Terima kasih, Bhante Ashin Kheminda dan DBS atas referensi Abhidhamma yang diberikan.
 


Bagaimana ini ? Bikin link pilahan dulu supaya idea tidak ruwet ...Gagasan utama , gagasan baru, referensi lama , link rujukan (data / media) , etc . 
REHAT DULU ... walau externally tidak repot, namun internally masih ribet ...
SIAL ... gangguan eksternal lagi. (TEPATNYA : TERGANGGU EXTERNALLY .... KARENA BATIN WALAU SUDAH TUA NAMUN MASIH BELUM DEWASA ... tidak ada yang salah dengan yang di luar karena fenomena kesedemikianan memang bisa jadi akan seperti itu akumulasi peniscayaannya ....  kebodohan, kesalahan dan keburukan (walau tanpa menafikan trigger eksternal namun hendaknya dipandang dalam keperwiraan demi proses pemberdayaan tumbuh berkembangnya kebijaksanaan holistik berikutnya adalah mutlak ketidak-tepatan atau kebelum-manpuan sikap batin internal dengan tanpa mmbuat celah mencari cela apalagi celaka lainnya untuk seharusnya senantiasa menerima, mengasihi dan melampauinya ... menerima apapun juga kenyataan eksternal ? walau sulit bersikap realistis adalah eksistensialitas sikap batin yang memang harus dilakukan baik dengan keswadikaan atau dengan keterpaksaan ? -  mengasihi keberadaan siapapun saja ? susah tetapi kaidah kasih universal juga harus dikembangkan untuk universalisasi diri  - melampaui apa ? melampaui diri sendiri bukan figur lain ... cangkang keterbatasan avijja diri (?) akan impersonal reality dari keseluruhan / kesedemikian ini sebagai esensi kemurnian transendental tidak hanya medan energi keilahian universal apalagi sekedar figure massive pemeran keberadaan eksistensial ). Ribet ... terpaksa pakai cara deduktif  tidak lagi induktif majeutike, socrates ? Jadi dogmatis ?... waspada spiritual materialism ( Just idea ? hanya pandangan kebijaksanaan untuk sadar akan perspektif keseluruhan di kedalaman namun tetap wajar adaptif dalam dagelan nama-rupa yang harus diperankan ke permukaan ... bukan belenggu untuk fanatisme apalagi militansi agar tidak terjatuh dalam 'sacred monistic' beranggapan sempurna bagi standar ganda pengagungan diri untuk pembenaran addhamma bagi kepentingan selfish directly secara kasar / indirectly secara lihai (dalil demi dalih, etc). Just area ? memandang keberagaman layer, level & label sebagai gradasi pelangi mentari ketimbang hirarki kemuliaan. Just method ? bukan doktrin kepercayaan hanya metode pemberdayaan ( alternatif yang senatiasa harus disikapi terjaga & terbuka bagi pembuktian & perevisian tanpa pelekatan ... walau benar secara Realitas  Saddhama sekalipun apalagi jika sebaliknya )   

3. bungkam karena : ketepatan & kepatutan ( dialektika paradigma & rhetorika komunikatif  ?)
KONSIDERAN berbicara = Berkata harus benar tetapi tidak senua yang benar harus dikatakan 
prolog tentang pandangan  Konsideran mistisi sufisme & ahli hikmah 
Meminjam istilah Mistisi Ibn Araby ('biar hati ini menjadi makam bagi rahasia-rahasia')., mungkin akan menjadi nyaman juga bagi diri sendiri dan keseluruhan jika kemudian kami senantiasa menundanya dan menguburnya kembali dan berkata dalam hati biarkan logika pemikiran ini tetap tersimpan aman di tempatnya karena memang tidak harus, perlu dan patut untuk diungkapkan ke permukaan. 
Jalaludin Rumi : tentang hikmah (Dilema Faqir) = Janganlah kamu berlaku zalim dengan tidak memberi kepada orang yang berhak menerimanya. namun janganlah kamu berlaku fasik dengan memberi kepada orang yang belum layak menerimanya. 
Seorang ahli hikmah (mungkin Ali b Abu Thalib ra) ada menyatakan : bicaralah hanya ketika anda memang perlu bicara namun janganlah bicara jika hanya ingin bicara .... mungkin ini dimaksudkan agar hanya kebenaran, kebajikan dan kebijakan yang terungkapkan dengan kesadaran holistik, ketulusan harmonis dan kepolosan autentik bukan sekedar estetika hipocricy kepantasan , apalagi kepicikan yang kasar (reaktif paranoid neurotik)  dan kelicikan yang lihai (manipulatif, provokatif , intimidatif). Cahaya (esensi murni) tampaknya memang seharusnya meniscayakan pelayakannya sebagaimana cahaya secara alami dan murni yang (maaf) bukan 'hanya' berguna memberdayakan untuk terpancarkan ke permukaan namun terutama demi pemurnian/kemurnian di kedalaman. Terlalu 'rendah' dan justru akan me'rendah'kan saja jika internal drive kewajaran peniscayaan ternodai eksternal motive kepamrihan pemantasan apalagi pengharapan demi sekedar kebanggaan pengakuan dan atau pembenaran kepentingan belaka. .....(walau mungkin ini bisa juga rambatan keakuan yang lain untuk kesemuan pengharapan perfectionist atau jangan jangan karena kekikiran tidak ingin interaksi berbagi ... entahlah ... yang jelas mood untuk spontan meng-inferensi data dan mengekspresikan idea masih macet saat ini ).

 
spirituality is simple but not easy 
spiritualitas sebenarnya sederhana namun tidak mudah (difahami & dijalani )

Tampaknya memang cukup mendesak untuk perlu langsung dituntaskan segera. Walau sejujurnya harus melompat dua langkah agar langsung deduktif hypothesis tanpa lagi melalui tahapan induktif terstruktur (?)  dari rancangan semula yang terus menerus 'mbulet' berputar-putar saja. Tanpa referensi yang memadai bahkan tiada realisasi sama sekali malu / ragu dan  agak riskan/ sungkan juga karena akan bersinggungan / berbenturan (?) dengan risalah ajaran yang sudah mapan terbumikan.... inilah hipotesis paradigma yang kami ajukan akhirnya.  Curhat selesai , langsung to the point.saja dulu.
Dari : Just Quotes ( https://justshare2021.blogspot.com/2021/01/just-share.html )
Blog Just Share dibuat sebenarnya bukan sekedar kami perlu blog baru yang lebih fresh ataupun hanya untuk nyelamur/ ngabur untuk posting yang lebih mendasar & menyasar namun agak sungkan/ riskan untuk diutarakan ke khalayak awam kebanyakan .... well, katakanlah ini khusus bagi para seeker yang cukup dewasa, cerdas & bijaksana dalam mencerna tanpa naif menyela apalagi liar mencela untuk paradigma pandangan yang baru & beda.  Jika tidak demikian maka sesungguhnya bukan hanya menyusahkan kita (pada saat ini) namun juga dirinya sendiri bahkan lainnya juga kelak. Ini mungkin (dipandang) tidak berguna atau bahaya? bagi lainnya (untuk tujuan pembenaran kepentingan keakuan & kemauan walau mungkin dalam keterpedayaan diri sendiri bahkan malah memperdayakan lainnya juga?) namun bisa jadi akan bukan hanya memang berguna namun juga tidak perlu tercela bagi para seeker (dalam niatan pemberdayaan kesejatian jikapun belum dalam tataran realisasi evolutif pencapaian minimal dalam wawasan orientasi berpandangan) untuk saling berbagi.


WHY NOT IF SHARE Jangan bungkam 
1. VERSUS : KEBODOHAN INTERNAL & PEMBODOHAN EKSTERNAL (kepedulian atau kejengkelan ?)

Sabbe satta bhavantu sukhitata ?  = Semoga semua makhluk berbahagia 
Sabbe satta bhavantu appamada ! = Semoga semua makhluk terjaga  
(kebahagiaan atau keterjagaan ?) 
Dalam ketidak-tahuan orang memang bisa bahagia (walau terpedayakan kegembiraan semu bahkan dengan membawa penderitaan lainnya ).
Hanya dalam keterjagaan kebahagiaan sejati ada ... selalu memberdayakan & tidak memperdayakan.
Apa yang ada di benakmu, seeker ? 
Penghindaran dengan dalih semu kerendahan hati , amanah kebersamaan atau apalagi ? Sama sekali tidak berguna dan bahkan malah tercela. Just say .... katakan saja apa adanya inferensi desain kosmik dan kaidah dharma yang menunjangnya segera ... tak usah berputar-putar lagi. 
keselarasan = keterjagaan > keberdayaan > kebahagiaan (INTERNAL > EKSTERNAL )

2. VERSUS = Kita hanya layak dan berhak menerima apa yang kita berikan vs kelelahan / keletihan pencarian & kesesatan/ kesusahan penempuhan fase dagelan nama rupa  figure berikutnya 

Well, bahkan jikapun kemudian kami memang harus berperan sebagai petta apaya di lembah barzah (ataupun bahkan niraya lokantarika sekalipun) kami tetap berharap memory file ini kelak akan kembali selalu mengingatkan, menyadarkan & menguatkan kita dalam hikmah kebijakan atas kebajikan Kasih Tuhan pada kebenaran Mandala DhammaNya demi pertumbuhan perkembangan kebaikan & perbaikan selanjutnya ... untuk inilah segalanya dalam sisa hidup ini kami persembahkan bagi semua (termasuk diri kami juga tentu saja). Sejujurnya walau kami memang seharusnya mencintai kebenaran (atau lebih tepatnya : memang harus menerima kebenaran dalam kenyataan apapun juga itu) namun kami memang belum sepenuhnya melayakkan diri dalam menjalaninya (so ... apapun juga termasuk yang terburuk sekalipun bukankah juga layak jika kami /sebagaimana juga kita & mereka semua tentunya/ menerima keniscayaan sebagaimana adanya.)
Memang sungkan & riskan harus jujur menyatakan idea kebenaran yang belum tentu memang demikian adanya (Well, seeker perlu bukti faktual kepastian yang nyata tidak sekedar peyakinan kepercayaan rasional dogmatis belaka ... semacam keberdayaan magga phala bagi ariya?) dan belum mampu juga dilayakkan dengan penempuhan apalagi memang terbuktikan dengan pencapaian & pencerahan yang diharapkan. Well, lagipula jika saja terjadi ada kesalah-fahaman ini bukan hanya bisa 'melukai ?' keberadaan/ kepentingan lainnya namun juga diri sendiri ... bukan hanya effek kosmik saja namun juga dampak karmik juga, lho.
Terakhir ,  untuk kembali membumi lagi .... tanpa harus teralienasi obsesi internal  & tiada perlu lagi ambisi eksternal ..... karena segalanya adalah keniscayaan yang harus dilayakkan dalam pemberdayaan (tidak sekedar kepercayaan apalagi pengharapan belaka) dan apapun juga itu adalah kebijaksanaanNya yang terbaik bagi kebaikan kita semua 

3. VERSUS :  INGAT dan tepati janjimu 
MULAI

Sadhguru Yasudev Quotes : 
Whatever you have – your skills, your love, your joy, your ingenuity, your ability to do things – please show it now. Do not try to save it for another lifetime.
Apa pun yang Anda miliki - keterampilan Anda, cinta Anda, kegembiraan Anda, kecerdikan Anda, kemampuan Anda untuk melakukan sesuatu - tolong tunjukkan sekarang. Jangan mencoba menyimpannya untuk kehidupan mendatang.
OKAY ...
Okey, Sadhguru Yasudev, tak akan kami simpan juga untuk diri kami sendiri wawasan kosmik Parama Dhamma dalam Mandala Advaita ini dengan Formula Swadika bagi keberlanjutan kehidupan saat ini dan juga bagi kesiagaan nanti … apapun yang terjadi terjadilah. Lagipula walau agak controversial bahkan mungkin akan jadi sensitive nantinya… toh niatan kami sesungguhnya hanyalah mengajukan kemungkinan saja tanpa memaksakan ini sebagai kepercayaan yang harus diterima sebagai keyakinan dogmatis / fanatic yang membuta. Ini hanyalah thesis pada antithesis pandangan anda semula untuk mengembangkan synthesis kebijaksanaan baru kita berikutnya. Sungguh tidak ada yang harus dilekati (bahkan jikapun pandangan ini ternyata tidak hanya sesuai dengan asumsi anda bahkan memang demikian realitas kebenarannya pada segala fenomena keberadaan)  dan juga tidak ada yang perlu dibenci atau ditolak (bahkan termasuk pandangan lain yang mungkin tidak hanya Dhammadipatheyya namun juga sekedar lokadipatheyya ataupun bahkan hanyalah attadipatheyya … karena setiap paradigma memiliki kebenaran dan juga “pembenaran”nya masing-masing walau tidak harus diterima dengan persetujuan namun tetap harus juga dihargai keberadaannya). Dalam mandala ini hikmah kebenaran yang sesungguhnya tinggi  bisa saja lahir dari limbah kenyataan yang semula dipandang rendah. Respek yang setara (walau  mungkin tidak harus sama) diberikan tidak hanya bagi  pandangan Buddha Dhamma, Mistik Esoteris atau tradisi Religi bahkan addhamma sekalipun namun segalanya termasuk juga atas segala zenka keberadaan yang ada (Lokuttara Dhamma, Tao, Tuhan, Brahma /termasuk level sankhara vipassana, vedana suddhavasa, sanna anenja & Rupa Brahma Jhana 4 hingga 2 Abhasara yang tidak lagi nama sukha namun sudah rupa piti ?/ ; Wilayah kamavacara:  Mara, Yama, Dewa, yakkha, Asura /iblis?, Petta/ demit?, dunia manussa, tirachana hingga niraya lokantarika dsb) karena walau mungkin dipersepsikan dalam level/label berbeda namun secara universal segalanya berada dan melengkapi posisi  keseluruhan desain ini dengan indahnya sesuai porsi perannya maing-masing …. Sigma Kuanta cahaya dari Sentra yang sama. Yang secara bijak tak perlu dibela/dipuja? walau dipandang mulia apalagi secara fasik harus dicela/dihina? karena dianggap nista. So, mantapkan kebenaran tempuhlah kebijakan dan jalanilah kebajikan namun dengan tanpa melekatinya … ini mungkin makna tersirat nasehat Dhamma Desana Bhante Pannavaro untuk diperhatikan dalam penempuhan/penembusan spiritualitas yang berimbang bukan hanya holistic pada keseluruhan namun juga harmonis untuk keswadikaan diri.

So, Wei Dan : Limbah Hikmah : E 16 The Great Show ( Wi Dae Han Show ) – Drakor

00:02:32 --> --> 00:02:59
Life is about choices.
And those choices...
come with responsibilities.
This is the time...
for me to bear that responsibility.
00:02:32 --> --> 00:02:59
Hidup adalah tentang pilihan.
Dan pilihan itu...
datang dengan tanggung jawab.
Inilah saatnya...
untukku memikul tanggung jawab itu.

OKAY ...
QUE SERA SERA, PANTHA REI .... SUCHNESS PHILOSOPHY
apapun yang terjadi terjadilah , biarkanlah segalanya mengalir apa adanya sebagaimana harusnya ..... Paradigma Kesedemikianan.
Paradigma kesedemikianan untuk keselarasan dalam keniscayaan (Parama Dharma - Mandala Advaita - Formula Swadika)

Tampaknya memang cukup mendesak untuk perlu langsung dituntaskan segera. Walau sejujurnya harus melompat dua langkah agar langsung deduktif hypothesis tanpa lagi melalui tahapan induktif terstruktur (?)  dari rancangan semula yang terus menerus 'mbulet' berputar-putar saja. Tanpa referensi yang memadai bahkan tiada realisasi sama sekali malu / ragu dan  agak riskan/ sungkan juga karena akan bersinggungan / berbenturan (?) dengan risalah ajaran yang sudah mapan terbumikan.... inilah hipotesis paradigma yang kami ajukan akhirnya.  Curhat selesai , langsung to the point.saja dulu.

Dari : Just Quotes ( https://justshare2021.blogspot.com/2021/01/just-share.html )
Blog Just Share dibuat sebenarnya bukan sekedar kami perlu blog baru yang lebih fresh ataupun hanya untuk nyelamur/ ngabur untuk posting yang lebih mendasar & menyasar namun agak sungkan/ riskan untuk diutarakan ke khalayak awam kebanyakan .... well, katakanlah ini khusus bagi para seeker yang cukup dewasa, cerdas & bijaksana dalam mencerna tanpa naif menyela apalagi liar mencela untuk paradigma pandangan yang baru & beda.  Jika tidak demikian maka sesungguhnya bukan hanya menyusahkan kita (pada saat ini) namun juga dirinya sendiri bahkan lainnya juga kelak. Ini mungkin (dipandang) tidak berguna atau bahaya? bagi lainnya (untuk tujuan pembenaran kepentingan keakuan & kemauan walau mungkin dalam keterpedayaan diri sendiri bahkan malah memperdayakan lainnya juga?) namun bisa jadi akan bukan hanya memang berguna namun juga tidak perlu tercela bagi para seeker (dalam niatan pemberdayaan kesejatian jikapun belum dalam tataran realisasi evolutif pencapaian minimal dalam wawasan orientasi berpandangan) untuk saling berbagi.
Well, demi kebaikan progress penempuhan spiritualitas kita semua .... bacalah saja dengan tenang dengan tetap terbuka dan sekaligus terjaga (tidak menyela seperti biasanya) tanpa harus segera menerima atau menolak idea yang diajukan ... tetaplah bungkam (tanpa mencela sebagaimana harusnya) walau menyetujuinya atau tidak mempercayainya dan biarkan kebenaran nyata yang selalu menjadi acuan kita walau itu sama sekali berbeda dengan keyakinan kita semula (termasuk dan terutama pandangan yang kami ajukan ini).  

Sejujurnya kami tidak ingin menjadikan ini sebagai belenggu bagi anda dan juga saya sebenar apapun itu nantinya (bisa menghalangi aktualisasi karena bisa jadi karena di sini merasa telah memiliki peta penempuhan kita sudah merasa sudah tiba di sana bahkan merasa berhak untuk melagakkan diri asal klaim identifikasi & standar ganda pembenaran 'kualitas' walau sebenarnya tiada kelayakan autentik pada saat ini dan bahkan merasa tiada perlu untuk pelayakan holistik selanjunya bahkan bukan hanya kefasikan internal namun juga kezaliman eksternal ... wah, payah & parah) apalagi jika ini tidak murni benar dan tepat sebagaimana nyatanya (dampak karmik dari effek kosmik kebodohan internal dan juga pembodohan eksternal yang harus ditanggung ... hehehe, no way .... waspadalah untuk tidak segera percaya menerima ini sebagai keyakinan tanpa pembuktian kepastiannya karena sebagai seeker itu akan lebih baik bagi kita semua tampaknya ).
Dengan tanpa maksud mencitrakan kerendahan hati (semu?) karena adalah kejujuran diri (asli!) bahwa paradigma yang kami ajukan ini ( tepatnya mungkin bukan kami tetapi saya pribadi sendiri saja ) murni pengetahuan imaginasi filosofis inferential belaka bukan pengalaman  realisasi realistis experential  ... semoga tiada dusta & duka di antara kita. Jadi, saya lebih suka jika para seeker walau memang tetap perlu tebuka untuk dewasa tanpa tercela mencela (menjaga diri dari noda asava internal batiniah, bro) namun juga senantiasa terjaga jika menggunakan wawasan, pedoman dan panduan di dalamnya ... karena bisa jadi ada yang kurang tepat, masih salah bahkan tidak benar di dalamnya ( kurang pede, ya ? ... No, sebenarnya ini adalah sinkronisasi slogan seeker : no fact, no truth, no faith ... jika tanpa fakta kenyataan maka tiada kebenaran di dalamnya sehingga tak perlu keyakinan padanya .... ini berlaku bukan hanya untuk kearifan adaptif pandangan eksternal namun juga terutama untuk revisi korektif wawasan internal diri agar senantiasa bangkit tumbuh berkembang tanpa batas mengarah, mencapai dan melampaui aneka layer asymptot ke tidak- terhinggaan ... tetap selaras walau belum/tidak mungkin sempurna).  
Sungguh, bahkan untuk semua masukan postingan termasuk pandangan pribadi tidak ada niatan sama sekali dari kami selain untuk sekedar berbagi ... segala keputusan untuk menggunakan, mengabaikan dan menolak sebagian/sepenuhnya adalah  hak dan  sekaligus dampak tanggung jawab kita masing-masing…. Sekedar membabar idea yang murni tanpa niatan pembentukan opini yang lihai. Dalam filsafat metode ini disebut (semoga tidak salah) ’majeutike’ yang digunakan Socrates bagaikan seorang bidan dalam memicu dan memacu seseorang untuk melahirkan kebenaran paradigma pandangannya sendiri … ini adalah thesis pandangan dalam Triade Dialektika Hegel untuk antithesis pandangan anda sebelumnya bagi synthesis kebijaksanaan baru anda nantinya yang akan menumbuh-kembangkan gestalt keterpaduan wawasan dalam menempuh pemberdayaan untuk tataran kelayakan pencapaian berikutnya. Setiap orang berhak untuk tumbuh berkembang secara alamiah dan ilmiah dalam keberadaan awalnya dulu tanpa perlu dipaksa dengan formula yang walau benar namun kurang tepat demi keberlanjutannya. Kebijakan perlu kebajikan demikian pula sebaliknya. Levelling lebih diutamakan daripada sekedar labelling.... walau memang harus diakui akan lebih kondusif dan reseptif jika berada dalam environment komunitas yang tepat.


No comments:

Post a Comment